Semangat kebangkitan pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2022 meletup pada dada 70 pelajar SMA, SMK, dan MA yang kemarin (21/5) pagi berkumpul di Aula Mbah Syifa MA Ash-Shomadiyah, Kelurahan Kingking, Kecamatan Tuban.
————————————–
DISATUKAN dalam sebuah forum bertitel Kongres Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), mereka ingin menunjukkan perannya dalam mencegah radikalisme dan mengawal langkah Pemkab Tuban dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Bumi Ronggolawe.
Radikalisme perlu ditanamkan sejak di bangku sekolah. Apa urgensinya dengan mereka yang selama ini belum pernah bersentuhan dengan paham atau aliran tersebut? Ketua OSIS MA Ash-Shomadiyah Tuban Ailsa Varella mengakui semua anggota kongres belum mengenal radikalisme. Itu karena paham atau aliran fundamental yang menggunakan pendekatan kekerasan dan intoleransi tersebut dipastikan belum masuk ke sekolah.
‘’Kalau nanti para anggota kongres masuk di bangku kuliah, radikalisme tersebut akan datang menyerang,’’ tuturnya memberikan alasan begitu pentingnya bekal tersebut ditanamkan sejak dini.
Siswi berjilbab ini menyampaikan, untuk menghindarinya, anggota kongres sepakat mempertebal pengetahuan dan mengamalkan pemikiran multikultural.
Menurut Ailsa, panggilan akrabnya, dengan menyerap pemikiran multikul tural, pelajar tertanam nilai-nilai humanis yang tinggi.
Mereka juga menjadi sosok yang ringan toleransi kepada sesama, meski berbeda agama atau entitas lainnya. Ailsa optimistis seluruh anggota kongres mampu mempertebal
pengetahuan sekaligus mengamalkan pemikiran mul tikultural tersebut.
Perbaikan kualitas pendidikan tak kalah menariknya dalam pembahasan kongres. Ailsa mengemukakan, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) Tuban, saat ini indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Tuban berkisar pada rentang 60-70. Angka
tersebut menunjukkan IPM di Bumi Ronggolawe masuk kategori sedang.
‘’Kalah dengan Kabupaten Bojonegoro yang IPM-nya 70-80,’’ tutur pelajar asal Desa Beji, Kecamatan Jenu itu.
Dia menyampaikan, berkutatnya IPM Kabupaten Tuban pada angka 60-70 tersebut akibat rendahnya tingkat pen didikan masyarakat.
Berdasarkan hasil survei dan riset yang dilakoninya beberapa waktu lalu menunjukkan cukup banyak masyarakat Tuban yang tidak bisa membaca alias buta aksara. Jumlahnya
sekitar 495 orang.
Bukan hanya itu. Lulusan SD dan SMP di Tuban juga cukup tinggi. Merujuk data Dinas
Pendidikan Tuban, angka tersebut berbanding lurus dengan warga yang tahun ajaran ini mengikuti ke jar paket A dan B sekitar 720 orang.
Menyikapi rendahnya angka IPM tersebut, kata dia, seluruh anggota kongres sepakat menuntut Pemkab Tuban mulai tahun ajaran baru pada Juli mendatang untuk menggaransi
pendidikan dasar masyarakatnya 12 tahun.
‘’Tidak boleh ada lagi yang putus sekolah sebelum lulus setara SMA,’’ kata dara yang hobi membaca itu. Jika sejak semester genap masih ada warga yang putus sekolah setara SMA, maka Pemkab Tuban dianggap tidak serius.
‘’Amanat UUD 1945 untuk mencer daskan kehidupan bangsa telah dia baikan,’’ tegasnya.
Setelah menuangkan seluruh tuntutan pada sebuah surat, kongres berencana menyampaikan surat tersebut kepada Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky.
Selain kepada orang nomor satu di Pemkab Tuban tersebut, surat yang sama akan dikirimkan ke DPRD Tuban. (sab/ds)