Peliknya permasalahan bangsa direspons Madrasah Aliyah (MA) Ash-Shomadiyah. Sabtu (21/5), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) madrasah ini menggelar Kongres OSIS yang dihadiri anggota OSIS SMA/SMK/MA se-Kabupaten Tuban. Melalui kongres tersebut, bangkit gairah para pelajar dalam berpendapat serta bersikap kritis—konstruktif. Isu-isu yang muncul ditanggapi dengan argumen, bukan sentimen.
—————————————————————————————-
KONGRES OSIS perdana tersebut berlangsung di Aula Mbah Syifa MA Ash-Shomadiyah sekitar pukul 09.00—14.00. Hadir 80 pelajar dari 23 OSIS SMA, SMK, dan MA se-Bumi Wali. Selain kalangan pelajar, kongres tersebut juga dihadiri perwakilan Dinas Pendidikan Tuban, Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat (Kasatbinmas) Polres Tuban AKP Ali Kantha, serta Statistisi Badan Pusat Statistik (BPS) Tuban Triana Puji Lestari S.SI, M.SE.
Dari kalangan internal hadir, Kepala MA Ash-Shomadiyah Riza Shalihuddin Habibie S.H., M.A.P dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Ash-Shomadiyah Dr. Abdillah Ahsan. Kalangan di luar pelajar tersebut hanya sebagai pengantar materi di awal.
AKP Ali Kantha secara khusus menyosialisasikan bahaya radikalisme agama. Sedangkan statistisi BPS Tuban Puji Lestari memaparkan pentingya pendidikan bagi angka indeks pembangunan manusia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan Ash-Shomadiyah Dr. Abdillah Ahsan menyampaikan apresiasinya. Dia mengungkapkan, Kongres OSIS merupakan peran nyata pelajar dalam bidang sosial. Doktor lulusan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Uni versitas Indonesia (UI) ini berpesan kepada para pelajar yang hadir dalam kongres
untuk melanjutkan kuliah dan meneruskan semangat aktivismenya.
Tuan rumah sekaligus Ketua OSIS MA Ash-Shomadiyah Ailsa Varella menyampaikan pokok bahasan kongres yang dibagi tiga komisi. Komisi I berdiskusi tentang pendidikan, Komisi II terkait organisasi, Komisi III tentang keterpenuhan hak di ruang publik. Dari tiga komisi tersebut, kongres menghasilkan beberapa rekomendasi yang kritis—konstruktif. ‘’Tentu berdasarkan argumen, bukan sentimen,’’ tegasnya saat diwawancarai Jawa Pos Radar Tuban.
Dari Komisi I, terang Ailsa, lahir keinginan pelajar agar Pemkab Tuban menggaransi program wajib belajar 12 tahun. Menurut dia, pemkab bisa melakukan itu dengan mudah berbekal keseriusan dan berlimpahnya anggaran. Selain garansi tersebut, lanjut Ailsa, kongres juga meminta memperbanyak porsi pelajaran multikulturalisme guna mencegah radikalisme, efisiensi jam pembelajaran, kelonggaran izin kegiatan luar sekolah, penghapusan zonasi, serta peningkatan kualitas guru.
Dari Komisi II, kata pelajar asal Desa Beji, Kecamatan Jenu ini, Kongres OSIS menyepakati membuat Forum OSIS Ronggolawe Tuban (FORT) yang lebih progresif. Organisasi ini diharapkan lebih banyak mengadakan aksi sosial dan intelektual. Selain itu, para pelajar juga mewajibkan Disdik Tuban mengatensi FORT tersebut. ‘’Selama ini FORT dianaktirikan. Belum dinaungi instansi bersangkutan,’’ jelasnya.
Terakhir, dari Komisi III, Ailsa menyampaikan, kongres pelajar meminta perbaikan wajah dan layanan di ruang publik. Hasil komisi ini merekomendasikan pemkab melakukan pembenahan tata jalan, pembersihan lokasi, dan penambahan toilet di alun-alun kota dan sekitarnya. Selain itu, para pelajar juga menghendaki pemkab mendata dan memberdayakan pengamen dan pengemis. ‘’Tidak sekadar ditertibkan saja,’’ tandasnya.
Lebih lanjut Ailsa mengatakan, seluruh hasil diskusi tiga komisi tersebut akan dituangkan dalam sebuah surat yang kemudian dikirim kepada Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky dan Ketua DPRD Tuban M. Miyadi. Kegiatan kongres dipastikan tidak berhenti di sini dan direncanakan berkelanjutan.
Sementara itu, Kepala MA Ash-Shomadiyah Riza Shalihuddin Habibie bersyukur Kongres OSIS perdana digelar di lembaganya. ‘’Sekolah serasa kampus. Tempat para aktivis berkumpul,’’ katanya bangga.
Menantu KH Mustofa Bisri (Gus Mus) ini berharap kongres serupa terlaksana di sekolah lain. Dia berharap geliat aktivis sekolah memapar semua wilayah agar isu kebangsaan tidak tergarap di satu titik saja. (sab/ds)