TUBAN – Keinginan Pemkab Tuban menurunkan angka stunting benar-benar serius. Penganggaran untuk penurunan angka gizi buruk pada anak pun dinaikkan hingga 42 persen.
Dari anggaran tahun lalu Rp 51,1 miliar menjadi Rp 72,99 miliar pada tahun ini. Peningkatan signifikan alokasi dana tersebut diharapkan mampu menurunkan angka gizi buruk anak di Bumi Ronggolawe.
Berdasarkan data survei status gizi Indonesia (SSGI), Tuban menurunkan pravelansi stunting dari 25,1 persen pada 2021 menjadi 24,9 persen di 2022.
Angka tersebut masih di atas prevalensi Jawa Timur sebesar 19,2 persen maupun nasional sebesar 21,6 persen.
Kondisi ini menyebabkan Tuban berada di peringkat delapan tertinggi prevalensi balita stunting di Jawa Timur.
Dengan demikian, pada 2024, angka stunting ditargetkan turun menjadi 14 persen.
Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky mengungkapkan kenaikan anggaran tersebut akan digunakan untuk berbagai kebijakan lintas organisasi perangkat daerah (OPD).
Prinsipnya, penurunan angka stunting di Tuban harus diwujudkan dengan kerja sama melalui berbagai program.
‘’Penanganan stunting di Tuban merupakan tanggung jawab bersama dan harus ditekankan pentingnya meningkatkan edukasi pencegahan stunting,’’ tegasnya.
Selain itu, Mas Lindra sapaan akrabnya, mengatakan, Tuban yang kaya dengan hasil laut dan hasil budi daya tambak harus dimak simalkan.
Harapannya, warga Tuban terutama kalangan ibu-ibu dapat produktif mengolah hasil perikanan dengan kreatif sesuai selera masyarakat.
‘’Meningkatkan minat anak-anak dalam mengonsumsi ikan secara rutin penting sebagai bagian dari upaya penurunan angka stunting,’’ tegasnya.
Bupati Lindra meyakini penanganan stunting bukan hanya berkaitan soal kesehatan. Melainkan juga berhubungan dengan aspek sosial, pendidikan, lingkungan, dan ekonomi.
Salah satu upaya meningkatkan status gizi anak-anak adalah dengan mengajak anak untuk suka makan ikan. Apalagi, Tuban memiliki kekayaan laut yang sangat melimpah.
‘’Diharapkan kesadaran mengonsumsi makanan bergizi lebih meningkat di kalangan masyarakat, terutama ibu dan anak-anak,’’ ujarnya.
Bupati lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mengungkapkan, salah satu akar permasalahan stunting di Tuban adalah tingginya dispensasi kawin pada pernikahan anak.
Untuk mengurai permasalahan tersebut, kata dia, dibutuhkan inovasi untuk mengatasinya. Mulai penundaan kehamilan dengan cara KB hingga pendampingan tim pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten.
‘’Target pemkab bukan hanya menurunkan angka stunting, tapi bisa menyelesaikan persoalan stunting,’’ kata dia.
Sementara itu, dalam rembuk stunting, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati yang hadir menjadi narasumber menyebutkan stunting adalah permasalahan gagal tumbuh kembang pada 1000 hari pertama kehidupan.
Di situlah letak akar permasalahan tingginya angka stunting. Untuk mengentaskan permasalahan stunting, harus dimulai dengan mengawal kandungan hingga kelahiran bayi. (yud/ds)