27.5 C
Tuban
Wednesday, 22 October 2025
spot_img
spot_img

95 persen Eksportir Patuh DHE, Tapi Cadangan Devisa Tak Naik — BI Beberkan Biang Keroknya

RADARBISNIS — Fakta ini cukup telak. Meski kebijakan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sudah dijalankan dengan tingkat kepatuhan nyaris sempurna, cadangan devisa Indonesia tak kunjung menggelembung.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti buka suara soal persoalan klasik ini. Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (22/10), Destry blak-blakan mengakui bahwa aturan DHE — sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 — belum mampu memperkuat cadangan devisa (cadev) secara signifikan.

“Tingkat kepatuhan dari eksportir dalam menjalankan atau memenuhi PP itu sangat tinggi, 95 persen. Artinya seluruh ekspor dari DHE SDA yang mereka terima masuk ke reksus penempatan DHE SDA,” tutur Destry dikutip dari CNBC Indonesia.

Baca Juga :  Bank Indonesia dan People's Bank of China Dorong Penggunaan Mata Uang Lokal dalam Transaksi Bilateral

Valas Hasil Ekspor lebih banyak Dilepas ke Pasar

Dengan tingkat kepatuhan nyaris menyentuh 100 persen, logikanya cadangan devisa akan melimpah. Nyatanya tidak. Pasokan valas di pasar domestik memang melonjak, tapi cadangan devisa justru tak terdongkrak.

“Kalau kita lihat dari penggunaannya memang untuk konversi itu mayoritas, ada sekitar 78,2 persen. Jadi artinya, dengan mereka konversi tentunya akan ada penambahan valas, dolar dalam hal ini di pasar valas kita,” papar Destry.

Artinya, dana valas hasil ekspor lebih banyak langsung dilepas ke pasar ketimbang mempertebal pundi devisa negara. Alih-alih menjadi tameng, valas itu hanya menjadi booster sementara di pasar.

“Oleh karena itu kami melihat bahwa penerapan PP Nomor 8 sejauh ini memang memberikan dampak positif, namun kalau kita lihat dalam 2 bulan terakhir karena outflow yang begitu besar, sehingga itu yang disampaikan Pak Gubernur itu juga sebabkan kita harus gunakan cadangan devisa kita untuk intervensi termasuk adanya pembayaran untuk dividen repatriasi dan pinjaman,” tegas Destry.

Baca Juga :  Utang Luar Negeri RI Tembus USD 431,5 Miliar! Tapi Tenang Dulu, BI Bilang Strukturnya Aman dan Sehat

Lonjakan Outflow Valas Ikut Menggerus Cadangan Devisa

Inilah titik rawannya: lonjakan arus keluar (outflow) valas dalam beberapa bulan terakhir ikut menggerus cadangan devisa. Bukannya menambah bantalan, cadangan devisa malah dipakai untuk intervensi pasar dan repatriasi dividen.

Kondisi ini pula yang membuat Presiden Prabowo Subianto turun tangan. Orang nomor satu di Indonesia itu meminta jajaran menterinya segera mengevaluasi efektivitas kebijakan DHE, agar cadangan devisa tak terus-terusan terkuras saat tekanan global meninggi. Sinyal kuat bahwa parkir dolar saja tak cukup. (*)

RADARBISNIS — Fakta ini cukup telak. Meski kebijakan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sudah dijalankan dengan tingkat kepatuhan nyaris sempurna, cadangan devisa Indonesia tak kunjung menggelembung.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti buka suara soal persoalan klasik ini. Dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (22/10), Destry blak-blakan mengakui bahwa aturan DHE — sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 — belum mampu memperkuat cadangan devisa (cadev) secara signifikan.

“Tingkat kepatuhan dari eksportir dalam menjalankan atau memenuhi PP itu sangat tinggi, 95 persen. Artinya seluruh ekspor dari DHE SDA yang mereka terima masuk ke reksus penempatan DHE SDA,” tutur Destry dikutip dari CNBC Indonesia.

Baca Juga :  Pertama Dalam Sejarah RI, Prabowo Bakal Resmikan Bank Emas Indonesia

Valas Hasil Ekspor lebih banyak Dilepas ke Pasar

Dengan tingkat kepatuhan nyaris menyentuh 100 persen, logikanya cadangan devisa akan melimpah. Nyatanya tidak. Pasokan valas di pasar domestik memang melonjak, tapi cadangan devisa justru tak terdongkrak.

- Advertisement -

“Kalau kita lihat dari penggunaannya memang untuk konversi itu mayoritas, ada sekitar 78,2 persen. Jadi artinya, dengan mereka konversi tentunya akan ada penambahan valas, dolar dalam hal ini di pasar valas kita,” papar Destry.

Artinya, dana valas hasil ekspor lebih banyak langsung dilepas ke pasar ketimbang mempertebal pundi devisa negara. Alih-alih menjadi tameng, valas itu hanya menjadi booster sementara di pasar.

“Oleh karena itu kami melihat bahwa penerapan PP Nomor 8 sejauh ini memang memberikan dampak positif, namun kalau kita lihat dalam 2 bulan terakhir karena outflow yang begitu besar, sehingga itu yang disampaikan Pak Gubernur itu juga sebabkan kita harus gunakan cadangan devisa kita untuk intervensi termasuk adanya pembayaran untuk dividen repatriasi dan pinjaman,” tegas Destry.

Baca Juga :  Cadangan Devisa RI Tembus US$ 145,4 Miliar Cukup untuk Biayai Impor 6,5 Bulan

Lonjakan Outflow Valas Ikut Menggerus Cadangan Devisa

Inilah titik rawannya: lonjakan arus keluar (outflow) valas dalam beberapa bulan terakhir ikut menggerus cadangan devisa. Bukannya menambah bantalan, cadangan devisa malah dipakai untuk intervensi pasar dan repatriasi dividen.

Kondisi ini pula yang membuat Presiden Prabowo Subianto turun tangan. Orang nomor satu di Indonesia itu meminta jajaran menterinya segera mengevaluasi efektivitas kebijakan DHE, agar cadangan devisa tak terus-terusan terkuras saat tekanan global meninggi. Sinyal kuat bahwa parkir dolar saja tak cukup. (*)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radarbisnis.com

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Bisnis WhatsApp Channel : https:http://bit.ly/3DonStL. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img
/