Radartuban.jawapos.com – Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLH Hub) Tuban dihadapkan pada dilema atas kemunculan 12 wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) baru di kawasan pegunungan kapur Kecamatan Rengel hingga Grabagan.
Kepala DLH Hub Tuban Bambang Irawan mengatakan, di tengah ancaman kerusakan alam dan lingkungan kawasan karst pegunungan, institusinya tidak punya kewenangan untuk meluluskan atau menggagalkan 12 WIUP baru tersebut.
Pejabat yang akrab disapa Bambang ini menerangkan, saat ini seluruh perizinan pertambangan merupakan otoritasi Pemprov Jatim melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jatim.
‘’Prosedur ini berlaku mulai 2021. Sejak UU (Undang-Undang, Red) Omnibus Law berlaku,’’ jelasnya ketika dikonfirmasi Jawa Pos Radar Tuban kemarin (12/7).
Sejak UU tersebut diundangkan, kata dia, kewenangan pemkab untuk mengintervensi perizinan aktivitas tambang betul-betul habis. Bahkan, sampai pada tahap pengawasan hingga pelaporan apabila terjadi pelanggaran aktivitas tambang.
Karena tak memiliki otoritas, lanjut Bambang, DLH Hub Tuban dianggap tidak respek dalam menjaga kawasan pegunungan kapur dari aktivitas pertambangan.
‘’Kalau kita mengintervensi, malah menyalahi regulasi,’’ tegas pejabat kelahiran Lamongan itu.
Entah bagaimana hasilnya, kata Bambang, tentu pemprov perlu meneliti dan mengkaji 12 WIUP baru tersebut untuk memastikan kecilnya potensi kerusakan alam dan lingkungan.
‘’Kita akan terus menjaga ekologi yang berada dalam kewenangan dengan program-program yang telah teragenda,’’ ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sepanjang kawasan pegunungan kapur Kecamatan Rengel dan Grabagan sekarang ini muncul 12 WIUP baru. Penambahan perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam ini dikhawatirkan mengancam kawasan karst pegunungan sebagai tandon air sejumlah mata air di sepanjang Kecamatan Plumpang hingga Rengel.
Fakta tersebut dibeberkan Pembina Yayasan Pecinta Alam Acarina Indonesia (YPAAI) M. Ali Baharudin. Dia mengatakan, gambaran miris tersebut terungkap dalam aplikasi Minerba One Map Indonesia (MOMI) kemarin. Aplikasi ini merupakan sistem informasi geografis wilayah pertambangan berbasis web sebagai bagian dari semangat transparansi, akuntabilitas, dan kolaboratif.
Dengan MOMI, pemerintah, stakeholder pertambangan, dan masyarakat bersinergi mengelola pertambangan di Indonesia. (sab/ds)