Radartuban.jawapos.com – Sejumlah perangkat desa di Kabupaten Tuban tampaknya mulai tak respect dengan dualisme organisasi persatuan perangkat desa Indonesia (PPDI). Baik yang di bawah struktur pimpinan pusat (PP) maupun dewan pimpinan
pusat (DPN).
Embrio misstrust itu muncul dari Kecamatan Tambakboyo. Rata-rata perangkat desa di wilayah administrasi kecamatan yang dipimpin oleh Camat Ari Wibowo ini memilih mengundurkan diri ketimbang larut dalam dualisme organisasi yang tak berujung tersebut.
M. Husni Rifail Ulum, Sekretaris Desa Gadon, Kecamatan Tambakboyo ini membenarkan perihal mundurnya mayoritas perangkat desa di Kecamatan Tambakboyo dari organisasi PPDI, baik di bawah struktur PP maupun DPN tersebut.
Disampaikan Ulum, alasan mendasar yang melatari dirinya mundur dari keanggotaan PPDI, adalah beban mental akibat dualisme organisasi.
‘’Terbawa suasana, membingungkan, sehingga menjadi beban mental,’’ katanya kepada Jawa Pos Radar Tuban kemarin (10/8).
Dikatakan dia, sejak organisasi PPDI terbelah menjadi dua, dirinya merasa tidak nyaman. Selalu pakewuh dalam bertindak. Terlebih, ketika bertemu teman sejawat—perangkat desa yang tidak satu gerbong. Bahkan, ada satu desa yang perangkatnya ikut di dua organisasi—di bawah PP PPDI dan DPN PPDI.
‘’Dualisme organisasi ini sangat memengaruhi keseharian kita,’’ keluhnya.
Berangkat dari beban psikis itulah, perangkat desa yang juga Sekretaris II Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PPDI Kabupaten Tuban di bawah struktur DPN PPDI ini memilih
mundur.
‘’Sepertinya itu (keputusan mundur, Red) lebih baik,’’ tandasnya.
Dan, keputusan yang diambil tersebut seakan tepat. Dia mengakui, kini bisa lebih fokus menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat desa—tanpa harus menanggung beban dualisme organisasi.
‘’Sekarang lebih fokus pada pekerjaan,’’ ujarnya.
Perihal faktor politis yang turut melatari keputusannya mundur dari organisasi PPDI, Ulum menegaskan sama sekali tidak ada faktor politik yang melatarinya.
‘’Setelah mundur, kami juga tidak membikin perkumpulan baru. Jadi tidak ada niat politik. Kita cukup berada di tengah-tengah saja. Tidak sana tidak sini (tidak PP PPDI maupun DPN PPDI, Red),’’ tandasnya.
Pernyataan tidak jauh beda juga disampaikan Soetarso, perangkat Desa/Kecamatan Tambakboyo. Dia milih mundur dari organisasi PPDI juga karena faktor pakewuh. Dari rasa serba repot itulah, sehingga terakumu lasi menjadi beban mental. Menurutnya, akibat dualisme organisasi, hubungan antarperangkat desa menjadi tidak nyaman.
‘’Aromanya (persaingan organisasi, Red) berdampak hingga ke pekerjaan. Mau apa-apa tidak bisa los. Apalagi ketika berhadapan dengan teman yang fanatik. Yang ada saling enggan bertegur sapa,’’ ujar perangkat desa yang juga pengurus DPD PPDI di bawah struktur PP PPDI Kabupaten Tuban itu.
Khusus di Kecamatan Tambakboyo, ungkap Tarso, kurang lebih sudah ada 80 persen perangkat desa yang turut mengundurkan diri dari PPDI, baik dari struktur PP PPDI mau pun DPN PPDI.
‘’Kalau di kecamatan lain saya tidak tahu, tapi sepertinya juga ada (yang mengundurkan diri karena faktor dualisme organisasi, Red),’’ tandasnya.
Sebagaimana diketahui, dualisme organisasi PPDI di Tuban ini mulai muncul pada 2020 lalu menyusul konflik PP PPDI di pusat yang tidak berujung. Dari konflik tersebut, akhirnya muncul PPDI baru di bawah struktur DPN PPDI. Baik PP PPDI mau pun DPN PPDI sama-sama dinyatakan sah dan diakui negara. (tok)