30.7 C
Tuban
Friday, 22 November 2024
spot_img
spot_img

Bedah Buku AYT, Cak Sariban: Tuban Bertahan dengan Multikultural

spot_img

Bedah buku Asa yang Tercecer (AYT)–Kado dari Ash Shomadiyah untuk Ibu Pertiwi seolah mengajak undangan bedah buku menuju lorong waktu. Doktor Sariban yang mengupas di sesi pertama buku karya Pengasuh Ponpes Ash Shomadiyah Tuban Riza Shalihuddin Habibi (Gus Riza), itu lebih banyak merefleksikan kondisi Tuban di masa silam.

DIMULAI sekitar abad XV. Dia mengungkapkan, di masa itu, Bumi Ronggolawe tidak hanya dikenal dengan pelabuhan Nusantaranya, namun juga sebagai bumi multikultural.

Cak Sariban, panggilan akrabnya mengatakan, pada abad tersebut masyarakat Tuban dari berbagai etnis dan agama sudah hidup rukun dan damai.

‘’Kondisi inilah yang bertahan hingga sekarang,’’ kata dia membanggakan Tuban sebagai kabupaten dengan multikultural tertua.

Refleksi dosen pascasarjana Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan itu selanjutnya melompat dua abad kemudian.

Sekitar abad XVII di masa penjajahan Belanda. Diceritakannya, Syeh As-Shomadiyah yang tinggal di Morosemo, Kecamatan Plumpang tiap hari salat berjamaah magrib dan isya di Masjid Agung Tuban.

Setiap kali menuju masjid, aulia itu berjalan kaki melewati depan gedung karaoke milik Belanda. Diperkirakan, gedung tersebut di kawasan Kutorejo.

Setiap kali Syeh Shomadiyah melintas, kata Cak Sariban, musik di gedung karaoke tersebut mati. Musik tersebut baru menyala kembali setelah dia berlalu.

Baca Juga :  Airlangga: Idul Adha Mengajarkan Soal Berkorban dan Berbagi

Kondisi ini berlangsung cukup lama. Karena dianggap mengganggu ketenangan tempat hiburan malam tersebut, pemerintah Belanda akhirnya memberikan sebidang tanah perdikan atau lahan berstatus istimewa tanpa dikenakan pajak kepada Syeh Shomadiyah.

Harapan Belanda memberikan tanah perdikan agar aulia itu membangun masjid sendiri di tempat tersebut dan tidak mengganggu.

Di lokasi tanah perdikan, persisnya di Aula Mbah Syifa’ MA Ash Shomadiyah Tuban kemarin (17/12) buku AYT dibedah. Di akhir bedah buku berisi kumpulan berita dan esai Gus Riza– yang tak lain keturunan keenam Syeh Shomadiyah, Cak Sariban tak hanya merefleksi masa silam.

Terilhami dari buku AYT yang bergenre inspiratif tersebut, dia menggugah undangan bedah buku untuk memiliki sebuah obsesi besar; mendirikan perguruan tinggi negeri di Tuban.

Pemred Jawa Pos Radar Tuban Dwi Se tiyawan yang berbicara di sesi kedua acara bertajuk Ngaji Literasi menilai buku AYT terlalu kecil dan sederhana untuk menggambar pandangan Gus Riza yang begitu visioner. Juga moderat.

Dia juga mengatakan, buku bersampul merah tersebut belum memberikan gambaran lengkap tentang figur ulama muda yang tak bisa diam. Terus action dan berpikir.

Baca Juga :  Hari Ini, 890 Jemaah Haji Kloter 18 dan 19 Menuju Tanah Suci

Dwi mengatakan, salah satu sisi figur Gus Riza ditulisnya pada pengantar buku tersebut. Dalam pengantar berjudul Bukti Syaraf Takutnya Sudah Putus tersebut, wartawan berkompetensi utama itu menggambarkan, tidak bisa diamnya Gus Riza tersirat saat terkena stroke ringan pada 2019.

Dalam kondisi sakit, Gus Riza tak mau terbaring dan menyerah dengan keadaan.  Semangatnya untuk tetap menjalani aktivitas sebagai pendidik plus pengamat dan pemerhati yang kritis tak pernah padam.

Meski kaki kirinya yang terkena stroke ringan belum bisa dipakai beraktivitas normal, dia masih nyetir mobil sendiri ke kantor Jawa Pos Radar Tuban. Termasuk menaiki tiga berundak menuju pintu utama kantor media tersebut. Kenekatan Gus Riza yang sangat berisiko tersebut justru bagian dari terapi.

‘’Dengan ngobrol dan menyampaikan unek-unek kepada wartawan, stroke saya malah cepat sembuh,’’ tulis Dwi mengutip pengakuan Gus Riza kala itu.

Kengototannya ternyata menjadi resep ampuh. Kurang dari setahun, dia sembuh total hingga sekarang.

Menurut Dwi, judul Asa yang Tercecer lebih tepat menggambarkan sebagian kecil karya tulis dan karya nyata Gus Riza dalam buku AYT.

‘’Kalau untuk menggambarkan potret utuh Gus Riza, lebih tepat berjudul Menebar Asa,’’ kata dia. (ds)

Bedah buku Asa yang Tercecer (AYT)–Kado dari Ash Shomadiyah untuk Ibu Pertiwi seolah mengajak undangan bedah buku menuju lorong waktu. Doktor Sariban yang mengupas di sesi pertama buku karya Pengasuh Ponpes Ash Shomadiyah Tuban Riza Shalihuddin Habibi (Gus Riza), itu lebih banyak merefleksikan kondisi Tuban di masa silam.

DIMULAI sekitar abad XV. Dia mengungkapkan, di masa itu, Bumi Ronggolawe tidak hanya dikenal dengan pelabuhan Nusantaranya, namun juga sebagai bumi multikultural.

Cak Sariban, panggilan akrabnya mengatakan, pada abad tersebut masyarakat Tuban dari berbagai etnis dan agama sudah hidup rukun dan damai.

‘’Kondisi inilah yang bertahan hingga sekarang,’’ kata dia membanggakan Tuban sebagai kabupaten dengan multikultural tertua.

Refleksi dosen pascasarjana Universitas Islam Darul Ulum (UNISDA) Lamongan itu selanjutnya melompat dua abad kemudian.

- Advertisement -

Sekitar abad XVII di masa penjajahan Belanda. Diceritakannya, Syeh As-Shomadiyah yang tinggal di Morosemo, Kecamatan Plumpang tiap hari salat berjamaah magrib dan isya di Masjid Agung Tuban.

Setiap kali menuju masjid, aulia itu berjalan kaki melewati depan gedung karaoke milik Belanda. Diperkirakan, gedung tersebut di kawasan Kutorejo.

Setiap kali Syeh Shomadiyah melintas, kata Cak Sariban, musik di gedung karaoke tersebut mati. Musik tersebut baru menyala kembali setelah dia berlalu.

Baca Juga :  Hari Ini, 890 Jemaah Haji Kloter 18 dan 19 Menuju Tanah Suci

Kondisi ini berlangsung cukup lama. Karena dianggap mengganggu ketenangan tempat hiburan malam tersebut, pemerintah Belanda akhirnya memberikan sebidang tanah perdikan atau lahan berstatus istimewa tanpa dikenakan pajak kepada Syeh Shomadiyah.

Harapan Belanda memberikan tanah perdikan agar aulia itu membangun masjid sendiri di tempat tersebut dan tidak mengganggu.

Di lokasi tanah perdikan, persisnya di Aula Mbah Syifa’ MA Ash Shomadiyah Tuban kemarin (17/12) buku AYT dibedah. Di akhir bedah buku berisi kumpulan berita dan esai Gus Riza– yang tak lain keturunan keenam Syeh Shomadiyah, Cak Sariban tak hanya merefleksi masa silam.

Terilhami dari buku AYT yang bergenre inspiratif tersebut, dia menggugah undangan bedah buku untuk memiliki sebuah obsesi besar; mendirikan perguruan tinggi negeri di Tuban.

Pemred Jawa Pos Radar Tuban Dwi Se tiyawan yang berbicara di sesi kedua acara bertajuk Ngaji Literasi menilai buku AYT terlalu kecil dan sederhana untuk menggambar pandangan Gus Riza yang begitu visioner. Juga moderat.

Dia juga mengatakan, buku bersampul merah tersebut belum memberikan gambaran lengkap tentang figur ulama muda yang tak bisa diam. Terus action dan berpikir.

Baca Juga :  PA Perketat Syarat Permohonan Dispensasi Nikah

Dwi mengatakan, salah satu sisi figur Gus Riza ditulisnya pada pengantar buku tersebut. Dalam pengantar berjudul Bukti Syaraf Takutnya Sudah Putus tersebut, wartawan berkompetensi utama itu menggambarkan, tidak bisa diamnya Gus Riza tersirat saat terkena stroke ringan pada 2019.

Dalam kondisi sakit, Gus Riza tak mau terbaring dan menyerah dengan keadaan.  Semangatnya untuk tetap menjalani aktivitas sebagai pendidik plus pengamat dan pemerhati yang kritis tak pernah padam.

Meski kaki kirinya yang terkena stroke ringan belum bisa dipakai beraktivitas normal, dia masih nyetir mobil sendiri ke kantor Jawa Pos Radar Tuban. Termasuk menaiki tiga berundak menuju pintu utama kantor media tersebut. Kenekatan Gus Riza yang sangat berisiko tersebut justru bagian dari terapi.

‘’Dengan ngobrol dan menyampaikan unek-unek kepada wartawan, stroke saya malah cepat sembuh,’’ tulis Dwi mengutip pengakuan Gus Riza kala itu.

Kengototannya ternyata menjadi resep ampuh. Kurang dari setahun, dia sembuh total hingga sekarang.

Menurut Dwi, judul Asa yang Tercecer lebih tepat menggambarkan sebagian kecil karya tulis dan karya nyata Gus Riza dalam buku AYT.

‘’Kalau untuk menggambarkan potret utuh Gus Riza, lebih tepat berjudul Menebar Asa,’’ kata dia. (ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img