RADARBISNIS – Aroma kehati-hatian terasa pekat di Gedung Thamrin. Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar dua hari, 18–19 November 2025, mengambil keputusan yang mencerminkan satu pesan besar: stabilitas tidak boleh goyah satu inci pun.
Dalam tekanan dinamika global yang makin sulit ditebak, BI menahan BI-Rate di level 4,75 persen, tetap menjaga suku bunga Deposit Facility 3,75 persen, dan Lending Facility 5,50 persen.
Pilihan bertahan ini bukan tindakan defensif semata. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan, keputusan tersebut merupakan strategi menjaga nilai tukar Rupiah tetap stabil. Sekaligus memastikan Indonesia tetap menjadi tujuan menarik bagi investor portofolio asing di tengah ketidakpastian global. Di saat yang sama, BI ingin memastikan transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial yang sudah ditempuh tidak kembali melemah.
Dengan inflasi yang diproyeksikan tetap terjaga pada kisaran sasaran 2,5±1 persen untuk 2025–2026, peluang penurunan suku bunga masih terbuka. Namun, BI memilih mengambil tempo yang tepat. Terburu-buru justru bisa melemahkan pertahanan Rupiah yang sedang diuji oleh gejolak global.
Perkuat Stabilisasi Rupiah
Di balik keputusan mempertahankan suku bunga, BI mengeluarkan rangkaian langkah kebijakan yang terstruktur, rapi, dan berlapis—ibarat pagar ganda untuk ekonomi nasional.
Stabilisasi Rupiah diperkuat melalui intervensi di pasar valas lewat NDF di luar negeri, transaksi spot, hingga DNDF di dalam negeri. Di saat yang sama, pembelian SBN di pasar sekunder terus dilakukan untuk memastikan likuiditas tetap terjaga.
Dari sisi operasi moneter, BI mengelola struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas untuk menjaga daya tarik arus modal asing. Penerbitan SRBI terus diperluas, sementara instrumen valas dalam CNY dan JPY diperkuat guna memperdalam pasar uang domestik dan mendukung Local Currency Transaction (LCT).
Pendalaman pasar uang juga dipercepat melalui penguatan BI-FRN, pengembangan OIS tenor di atas overnight, serta peningkatan peran dealer utama dalam transaksi SRBI dan repo melalui Central Counterparty (CCP).
Dorong Penurunan Suku Bunga Kredit
Pada sektor perbankan, BI menancapkan gas lebih kuat. Implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dipererat, memberikan ruang lebih bagi perbankan menurunkan suku bunga kredit dan menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas pemerintah. Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) juga diperluas, terutama pada sektor yang masuk cakupan KLM.
Sektor sistem pembayaran tidak luput dari percepatan. Akselerasi pembayaran digital terus dilakukan, mulai perluasan literasi QRIS Tap, penguatan implementasi QRIS lintas negara dengan Tiongkok dan Korea Selatan melalui sandboxing, hingga percepatan digitalisasi pemda melalui program KATALIS P2DD. Industri sistem pembayaran pun dibenahi melalui penguatan manajemen risiko dan infrastruktur teknologi.
Perluas Konektivitas dan Kerja Sama Internasional
Selain di dalam negeri, BI memperluas konektivitas dan kerja sama internasional, terutama terkait transaksi mata uang lokal serta fasilitasi promosi investasi dan perdagangan sektor prioritas.
Sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Pemerintah terus diperkuat untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan berjalan seiring dengan agenda besar ekonomi nasional.
Dalam lanskap global yang makin rawan guncangan, keputusan BI menahan BI-Rate di 4,75 persen bukan sekadar menjaga agar kapal tidak oleng. Ini adalah strategi menjaga ritme—agar Indonesia tetap mampu melaju, stabil, dan tidak terseret arus ketidakpastian dunia. (*)








