RADARBISNIS – Negara ini seperti punya penyakit lama yang tak pernah sembuh: juragan kaya menunggak pajak, pemerintah hanya bisa menggertak. Kali ini, jumlahnya bikin geleng kepala. Sebanyak 200 wajib pajak kelas kakap menunggak pajak senilai Rp 60 triliun, angka yang setara dengan 3 kali APBD DKI Jakarta, atau subsidi BBM setahun penuh untuk rakyat kecil.
Yang bikin makin nyesek, perkara ini sudah inkrah alias berkekuatan hukum tetap. Artinya, tak ada alasan hukum lagi untuk menunda pembayaran. Namun, faktanya, duit segunung itu masih parkir di kantong para penunggak pajak.
DJP Siapkan Jurus Pamungkas
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun akhirnya turun tangan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Rosmauli, menegaskan pihaknya sudah memulai rangkaian penagihan serius. Dari pemanggilan langsung, klarifikasi, hingga permohonan angsuran atau penundaan sudah masuk ke meja DJP.
“Sebagian besar sudah menyampaikan komitmen. Ada yang minta angsuran, ada yang ajukan penundaan, dan ada pula yang sudah mulai melunasi sebagian,” kata Rosmauli dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (25/9).
Tapi, bila hanya komitmen tanpa realisasi, DJP tak segan turun dengan jurus pamungkas. Mulai dari Surat Teguran, Surat Paksa, pemblokiran rekening, penyitaan aset, pencegahan ke luar negeri, hingga penyanderaan alias gijzeling.
“Kalau tidak ada itikad baik, ya terpaksa ditempuh jalur itu. Tapi semua sesuai aturan, transparan, dan adil,” tegasnya.
Ultimatum Keras dari Menkeu
Bom waktu tunggakan Rp 60 triliun ini pertama kali diungkap langsung oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Gedung DPR. Dengan nada blak-blakan, mantan ketua LPS itu mengultimatum para penunggak pajak itu untuk setor dalam waktu seminggu.
“Kalau enggak bayar, saya pastikan hidupnya susah di negeri ini. Tahun ini pasti masuk, saya pastikan,” kata Purbaya.
Namun, Purbaya ogah membocorkan siapa saja nama 200 penunggak pajak jumbo itu. Publik pun bertanya-tanya: siapa sebenarnya “raja-raja pajak nakal” yang berani main kucing-kucingan dengan negara?
Soal Keadilan, Jangan Tebang Pilih!
Kasus ini kembali membuka luka lama: keadilan pajak. Masyarakat kecil yang telat setor pajak kendaraan bermotor langsung kena denda, bahkan listrik bisa diputus kalau nunggak. Sementara konglomerat dengan triliunan tunggakan bisa leyeh-leyeh tanpa malu.
“Harapannya, langkah ini bisa meningkatkan rasa keadilan bagi masyarakat taat pajak. Kalau yang besar bisa ditagih tegas, yang kecil pun akan lebih patuh,” ujar Rosmauli.
Publik Tunggu Bukti, Bukan Janji
Rp 60 triliun bukan angka kecil. Uang segar sebesar itu bisa dipakai untuk:
- Membangun 30 ribu sekolah baru.
- Menggaji 1 juta tenaga kesehatan setahun.
- Membiayai program makan bergizi gratis untuk jutaan anak.
Ironis, ketika rakyat diperas lewat pajak harian, iuran BPJS, hingga cukai, para juragan kakap justru “main aman” di balik proses hukum yang sudah selesai.
Kini bola ada di tangan pemerintah. Apakah DJP dan Menkeu benar-benar berani menggigit para penunggak pajak raksasa ini, atau hanya melontarkan gertak sambal demi headline?
Kalau benar ditegakkan, kasus Rp 60 triliun ini bisa jadi tonggak sejarah penegakan pajak. Tapi kalau mandul, ini hanya menambah daftar panjang drama klasik: negara kalah telak melawan juragan kaya. (*)