Radartuban.jawapos.com – Kritikan Mbah Salmo, 62, yang berujung laporan polisi dinilai kurang bijak. Praktisi hukum Nang Engki Anom Suseno mengatakan, pejabat
publik di level mana pun, mulai pemerintahan provinsi, kabupaten, hingga desa harus menjadi pelayan masyarakat yang baik dan siap dikritik.
‘’Kritik yang disampaikan seharusnya selesai di balai desa, bukan di kepolisian,’’ ujarnya ketika dimintai komentar Jawa Pos Radar Tuban.
Praktisi hukum yang berdomisili di Desa Leranwetan, Kecamatan Palang ini mengatakan, tuntutan Mbah Salmo terkait bantuan sosial (bansos) yang berujung pemidanaan seharusnya tak terjadi. Apalagi bansos saat ini menjadi atensi pemerintah dalam membantu warga terdampak Covid-19. Menurut Engki, seharusnya pemerintah desa lebih sensitif menanggapi keluhan atau kritik masyarakat.
‘’Jika semua kritik dibungkam dengan laporan polisi, selesai sudah demokrasi di negara ini,’’ kritiknya.
Sarjana hukum jebolan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini juga mencermati kejanggalan laporan Kepala Desa Guwoterus Pudji kepada Mbah Salmo. Dalam laporan, barang bukti yang diserahkan Pudji hanya hinaan dan cacian yang diduga dilakukan terlapor melalui Facebook.
‘’Harus dicermati, kritikan Salmo ini mengarah ke perorangan atau sebuah institusi pemerintahan? Jika mengarah ke institusi apa bisa disebut pencemaran nama baik?’’ kata dia mempertanyakan.
Engki juga mempertanyakan apakah terlapor menyebut nama tertentu? Atau hanya bentuk kekecewaan atas sistem yang dibangun sebuah pemerintah desa?
Karena itu, dia mengingatkan jika kasus tersebut naik ke penyidikan, penyidik harus hati-hati dalam memutuskan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan warga miskin tersebut.
‘’Kepolisian bertugas sebagai penegak hukum, bukan pemroses hukum. Penyidik harus hati-hati dalam kasus ini,’’ tegasnya.
Praktisi hukum muda ini juga menyampaikan, kritik yang disampaikan warga terhadap pemerintah harus diselesaikan dengan dialog dan musyawarah. Jika semua pejabat memenjarakan orang yang mengkritiknya, maka secara tidak langsung pemerintah patut disebut otoriter.
‘’Padahal, Indonesia ini negara demokrasi. Selama kri tik yang disampaikan sesuai fakta di lapangan, seharusnya menjadi bahan evaluasi para pejabat,’’ pungkasnya. (yud/ds)