25.7 C
Tuban
Tuesday, 28 January 2025
spot_img
spot_img

Para Ahli Sebut Virus Nipah 75 Kali Lebih Mematikan daripada Covid-19, Berikut Gejalanya

spot_img

RADARTUBAN – Dunia harus bersiap menghadapi kemungkinan pandemi dari virus lain setelah Covid-19. Salah satu yang belakangan sering disebut-sebut adalah virus Nipah.

Para ilmuwan telah memperingatkan tentang penyakit pembengkakan otak yang disebabkan oleh virus Nipah, yang diperkirakan 75 kali lebih mematikan daripada virus Korona penyebab Covid-19. Ahlu menyebut virus Nipah bisa menjadi pandemi berikutnya.

Virus Nipah, yang dibawa oleh kelelawar buah, telah dicatat oleh para ilmuwan sebagai masalah yang berpotensi serius. Direktur penelitian dan pengembangan vaksin di Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), dr Melanie Saville, mengatakan dunia harus mempersiapkan pandemi ‘yang besar’ berikutnya, seperti laporan The Sun.

Ini mengikuti laporan mereka sebelumnya tentang peningkatan risiko umat manusia menghadapi wabah yang kemungkinan besar disebabkan oleh zoonosis yakni penyakit yang berpindah dari hewan ke manusia.

Ia mencatat benturan antara manusia dan alam, karena urbanisasi mendorong kembali habitat hewan alami. Skenario yang sama ditemukan pada kasus pertama virus Nipah yang menginfeksi peternak babi di Malaysia.

Baca Juga :  Inilah 10 BUMN Penyumbang Deviden Terbesar ke Negara. Siapakah Paling Moncer?

Gejala Nipah
Dilansir dari Science Times, Minggu (21/2), menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) virus Nipah (NiV) adalah virus zoonosis yang dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung antar manusia.

Gejalanya, bagi orang yang terinfeksi virus, penyakit yang ditimbulkan berkisar dari infeksi asimtomatik (subklinis) hingga penyakit pernapasan akut dan bahkan kasus ensefalitis yang fatal atau peradangan otak.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) juga mengutip banyak gejala, termasuk demam, muntah, sakit kepala, disorientasi, kejang, dan bahkan koma. Juga dicatat bahwa gejala umumnya muncul dari 4-14 hari masa inkubasi setelah terpapar virus.

Virus Nipah pertama kali tercatat pada 1999 di Malaysia, tidak ada wabah lain yang tercatat di negara Asia Tenggara sejak itu. Dilaporkan juga di Bangladesh mulai tahun 2001. WHO melaporkan bahwa hampir setiap tahun negara tersebut mengalami wabah virus.

Baca Juga :  Kini RSUD Koesma Bisa Tangani Dengan layanan Pasien Panyakit Jantung

Organisasi kesehatan internasional juga menyebut Kamboja, Ghana, Filipina, Indonesia, Madagaskar, dan Thailand berpotensi berisiko terinfeksi karena menemukan reservoir alami virus, terutama spesies kelelawar Pteropus. Wabah sebelumnya yang tercatat di beberapa bagian Asia menimbulkan kekhawatiran karena tingkat kematiannya bervariasi dari 40 hingga 75 persen.

Ada 260 Virus Jadi Ancaman
Meskipun virus Nipah berpotensi lebih mengancam daripada Covid-19, itu bukan satu-satunya.

Ada 260 virus di antaranya, semuanya dengan potensi epidemi. Ketua departemen Biokimia Molekuler dan Seluler di University of Kentucky, dr. Rebecca Dutch, menambahkan bahwa meskipun belum ada wabah global saat ini, penyakit ini terjadi secara berkala.

“Nipah adalah salah satu virus yang pasti bisa menjadi penyebab pandemi baru,” tegasnya. (*)

Sumber: Jawapos.com Editor: Bintang Pradewo

RADARTUBAN – Dunia harus bersiap menghadapi kemungkinan pandemi dari virus lain setelah Covid-19. Salah satu yang belakangan sering disebut-sebut adalah virus Nipah.

Para ilmuwan telah memperingatkan tentang penyakit pembengkakan otak yang disebabkan oleh virus Nipah, yang diperkirakan 75 kali lebih mematikan daripada virus Korona penyebab Covid-19. Ahlu menyebut virus Nipah bisa menjadi pandemi berikutnya.

Virus Nipah, yang dibawa oleh kelelawar buah, telah dicatat oleh para ilmuwan sebagai masalah yang berpotensi serius. Direktur penelitian dan pengembangan vaksin di Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), dr Melanie Saville, mengatakan dunia harus mempersiapkan pandemi ‘yang besar’ berikutnya, seperti laporan The Sun.

Ini mengikuti laporan mereka sebelumnya tentang peningkatan risiko umat manusia menghadapi wabah yang kemungkinan besar disebabkan oleh zoonosis yakni penyakit yang berpindah dari hewan ke manusia.

Ia mencatat benturan antara manusia dan alam, karena urbanisasi mendorong kembali habitat hewan alami. Skenario yang sama ditemukan pada kasus pertama virus Nipah yang menginfeksi peternak babi di Malaysia.

- Advertisement -
Baca Juga :  Implementasi RCEP Beri Dukungan bagi Pasar Modal di Tahun 2022

Gejala Nipah
Dilansir dari Science Times, Minggu (21/2), menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) virus Nipah (NiV) adalah virus zoonosis yang dapat ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung antar manusia.

Gejalanya, bagi orang yang terinfeksi virus, penyakit yang ditimbulkan berkisar dari infeksi asimtomatik (subklinis) hingga penyakit pernapasan akut dan bahkan kasus ensefalitis yang fatal atau peradangan otak.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) juga mengutip banyak gejala, termasuk demam, muntah, sakit kepala, disorientasi, kejang, dan bahkan koma. Juga dicatat bahwa gejala umumnya muncul dari 4-14 hari masa inkubasi setelah terpapar virus.

Virus Nipah pertama kali tercatat pada 1999 di Malaysia, tidak ada wabah lain yang tercatat di negara Asia Tenggara sejak itu. Dilaporkan juga di Bangladesh mulai tahun 2001. WHO melaporkan bahwa hampir setiap tahun negara tersebut mengalami wabah virus.

Baca Juga :  Wanita Menopause Masih Bisa Terkena Endometriosis

Organisasi kesehatan internasional juga menyebut Kamboja, Ghana, Filipina, Indonesia, Madagaskar, dan Thailand berpotensi berisiko terinfeksi karena menemukan reservoir alami virus, terutama spesies kelelawar Pteropus. Wabah sebelumnya yang tercatat di beberapa bagian Asia menimbulkan kekhawatiran karena tingkat kematiannya bervariasi dari 40 hingga 75 persen.

Ada 260 Virus Jadi Ancaman
Meskipun virus Nipah berpotensi lebih mengancam daripada Covid-19, itu bukan satu-satunya.

Ada 260 virus di antaranya, semuanya dengan potensi epidemi. Ketua departemen Biokimia Molekuler dan Seluler di University of Kentucky, dr. Rebecca Dutch, menambahkan bahwa meskipun belum ada wabah global saat ini, penyakit ini terjadi secara berkala.

“Nipah adalah salah satu virus yang pasti bisa menjadi penyebab pandemi baru,” tegasnya. (*)

Sumber: Jawapos.com Editor: Bintang Pradewo

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radarbisnis.com

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Bisnis WhatsApp Channel : https:http://bit.ly/3DonStL. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img