TUBAN – “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China” mungkin kata-kata sudah tidak asing lagi kita dengar, karena China atau Tiongkok dikenal dengan beragam ilmu yang bisa dipelajari berkaitan dengan kehidupan maupun teknologi.
Bangsa China atau sering disebut Tionghoa memiliki tradisi yang secara tidak langsung sudah melekat pada kehidupan dan kerap dianggap “kepercayaan” semua orang, salah satunya tradisi yang berhubungan dengan arah hadap rumah atau Feng Shui.
Mengenal kata feng shui, sangat erat kaitannya dengan ilmu dari Tiongkok yang memperdalam tentang arah rejeki untuk sebuah bangunan.
Adalah Erwin Yap, seorang ahli feng shui yang kerap membantu pemilik rumah atau bangunan lainnya untuk mengetahui arah mana yang baik untuk mendatangkan rejeki dan mana yang buruk untuk si pemilik rumah.
Erwin menjelaskan kata feng shui memiliki dua kata yang bermakna angin (feng) yang dayang dari atas dan air (shui) energi dari bawah.
Dari kata feng shui tersebut artinya ada energi atau dalam bahasa Tiongkok disebut Qi, yang datang dari atas dan bawah yang dapat memberikan energi positif maupun negatif di dalam sebuah bangunan.
Setiap tahunnya, seseorang pasti menginginkan adanya kabar bahwa peruntungannya selama setahun ini akan baik.
Terlebih dengan akulturasi budaya Tiongkok dan Indonesia, masyarakat di sini sudah sangat akrab dan cenderung percaya pada ilmu dari negeri China tersebut karena senang dengan yang berbau ramalan.
Namun Erwin sendiri menganjurkan masyarakat tidak menjadikan feng shui sebagai patokan kemakmuran seseorang di tiap tahunnya.
Karena garis waktu dan nasib masing-masing orang tidak hanya ditentukan oleh feng shui saja,
namun juga dari faktor lainnya seperti shio, elemen dari shio itu sendiri dan sebagainya.
Feng shui sendiri adalah gabungan dari banyak pelajaran seperti geografi, astronomi, astrologi, psikologi, filosofi dan masih banyak lagi.
Feng shui juga harus memenuhi empat faktor agar penafsiran bisa lebih tepat, yakni yang ada kaitannya dengan lingkungan, bangunan, penghuni, dan dinamika waktu.
Salah satu yang mutlak dan tidak bisa diubah adalah penghuni sebagai individu dan dinamika waktu dimana individu tersebut hidup.
Ibaratnya, meskipun dalam satu perumahan atau wilayah memiliki muka rumah yang sama persis, namun penghuninya akan berbeda dengan penghuni lain di wilayah tersebut sehingga kehidupan di dalam bangunan tersebut bisa saja berbeda tergantung suratan waktu yang ditentukan seperti shio, elemen dan periode waktu apa yang sedang berjalan.
Erwin pun menjelaskan secara naluriah, manusia memiliki faktor eliminasi yang menjadi inti dari feng shui yaitu lingkungan.
Manusia akan memilih lingkungan yang baik untuknya atau keluarganya, dan itu bisa menentukan feng shui nya yang baik untuk dirinya.
Artinya, feng shui tidak serta merta menjadikan aturan baku seseorang mendapat keuntungan hanya dari arah mata angin. Masih ada banyak faktor seperti pengaruh shio dan elemen, hingga garis waktu yang sedang berjalan saat itu.
Erwin menganalogikan seperti satu komplek yang terdapat beberapa rumah, meskipun bentuk rumahnya sama namun kehidupan di dalamnya bisa berbeda.
Erwin juga mengharapkan Masyarakat tidak terlalu terpaku dan percaya 100 persen akan ramalan feng shui untuk rumahnya, karena hal itu bukan suatu kepercayaan yang harus dipercayai dan bukan suatu yang klenik melainkan dapat dipelajari dan ada teorinya. (*)
Sumber: ANTARA, Pewarta: Fitra Ashari