RADARBISNIS – Saham bank paling bergengsi di negeri ini, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), lagi-lagi bikin investor keder. Selasa (30/9), sahamnya parkir di harga Rp 7.625 alias nyungsep 1,93 persen. Padahal sehari sebelumnya sempat menghijau. Sepanjang pekan lalu, grafik BBCA lebih sering berdarah ketimbang segar.
Transaksi BBCA pada perdagangan akhir September itu terbilang jumbo: 170,67 juta saham berpindah tangan dengan nilai Rp 1,31 triliun. Sayangnya, asing kompak buang barang, net sell tembus Rp 382,32 miliar.
Total sepanjang tahun berjalan, investor asing sudah keluar besar-besaran dari BBCA dengan catatan net sell Rp 29,40 triliun. Tak heran harga sahamnya terjun hingga minus 21,19 persen year to date.
Valuasi Lagi Murah
Menariknya, di balik tekanan jual, valuasi BBCA justru sedang relatif murah. Data Stockbit Sekuritas mencatat PBV BBCA ada di 3,59 kali, di bawah rata-rata 3 tahun terakhir (3,97 kali). PER BBCA juga turun ke 16,5 kali, dibanding rerata 17,65 kali. Artinya, saham bank swasta terbesar ini sedang “sale”.
“Big banks termasuk BBCA masih layak dikoleksi, target harga kami di Rp 8.625,” ujar Muhammad Wafi, Head of Research Korea Investment & Sekuritas Indonesia.
Dividen Tetap Deras
Turunnya harga saham tidak mengubah kebiasaan BBCA yang terkenal royal membagi dividen. Wakil Presiden Direktur John Kosasih menegaskan payout ratio tetap tinggi, mencapai 68 persen.
“Rentabilitas BCA terjaga, kemampuan bayar dividen kuat, dan ini terus kami pertahankan,” ujarnya dalam Public Expose Live 2025.
Tahun buku 2024, BCA membagikan dividen Rp 300 per saham, naik 11,11 persen dari tahun sebelumnya. Menariknya, BCA membayar dividen dua kali dalam setahun: interim dan final. Pola ini disukai investor karena cash flow lancar dan bisa diinvestasikan ulang.
Rekomendasi Ganas dari CLSA
Bukan cuma sekadar bank besar, BCA dinilai analis punya DNA konservatif tapi efektif. Laporan CLSA menilai BBCA sebagai bank paling hati-hati, dengan standar pengucuran kredit ketat tanpa mengorbankan pertumbuhan. Saat pandemi, kualitas aset BBCA terbukti lebih tahan banting dibanding pesaing.
CLSA bahkan masih memberi rekomendasi outperform dengan target harga Rp 12.100. Prediksi ROE BBCA 21 persen dengan rasio kecukupan modal superkuat 28,4 persen. Artinya, ruang pembagian dividen besar di masa depan tetap terbuka lebar.
Meski asing masih “ngerem” di saham bank jumbo, sinyal valuasi murah plus tradisi dividen deras bikin BBCA jadi kandidat primadona lagi. Pertanyaannya tinggal satu: mau serok sekarang saat diskon, atau tunggu asing balik badan baru ikut pesta? (*)