RADARBISNIS – Hingga akhir Oktober 2024, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat nilai utang pemerintah telah mencapai Rp 8.560,36 triliun.
Rasio utang tersebut tercatat 38,66 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.
Dikutip dari investor.id, bila dilihat berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai Rp 7.550,70 triliun (88,21 persen) dan pinjaman sebesar Rp 1.009,66 triliun (11,68 persen).
Komposisi SBN terbagi dalam SBN domestik sebesar Rp 6.606,68 triliun (77,18 persen) dan valuta asing (valas) sebesar Rp 944,02 triliun (11,03 persen).
SBN domestik meliputi surat utang negara sebesar Rp 5.104,38 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp 1.502,30 triliun.
SBN valas terbagi dalam surat utang negara sebesar Rp 912,61 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp 31,41 triliun.
Sementara itu, pinjaman sebesar Rp 1.009,66 triliun terbagi dalam pinjaman dalam negeri sebesar Rp 42,25 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 967,41 triliun.
Realisasi pinjaman luar negeri meliputi bilateral senilai Rp 263,33 triliun, multilateral senilai Rp 571,47 triliun, dan bank komersial sebesar Rp 132,61 triliun.
Per akhir Oktober 2024, kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan 85,02 persen. Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,98 persen termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Lembaga keuangan domestik memegang kepemilikan SBN 41,3 persen, terdiri atas perbankan 19,3 persen, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,8 persen, serta reksadana 3,2 persen.
Bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu instrumen mitigasi risiko.
Kepemilikan SBN domestik oleh Bank Indonesia sekitar 24,7 persen yang antara lain digunakan sebagai instrumen pengelolaan moneter.
Sejalan dengan upaya pemerintah memperluas basis investor, inklusi keuangan dan peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3 persen menjadi 8,6 persen per akhir Oktober 2024.
Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan. (*)