Di tangan orang kreatif, limbah bisa menjadi benda berharga bernilai jual tinggi dan berpotensi ekspor. Seperti yang dilakukan Latif Wahyudi, 23, yang mengubah limbah kulit siwalan menjadi briket yang berpotensi ekspor.
SAAT kuliah di Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) Gresik, Latif sering membawa oleh-oleh siwalan untuk teman-teman di perantauannya.
Saat membeli oleh-oleh khas Tuban tersebut, dia melihat banyak sampah batok siwalan yang dibuang begitu saja di tepi jalan. Selain merusak pe mandangan, bau sampah yang tak sedap itu sering kali mengganggu para pengguna jalan.
‘’Lalu saya kepikiran untuk memanfaatkan limbah ini menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat,’’ tuturnya.
Hingga akhirnya kompetisi Tuban Berinovasi (Tubernova) yang digelar Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Tuban 2021 memberi wadah Latif untuk mewujudkan karyanya.
Dia mulai bereksperimen untuk menyulap limbah batok siwalan menjadi briket atau alat bakar semacam arang.
‘’Perbedaan briket dan arang sangat banyak. Secara kasat mata, bara briket ini bertahan lebih lama dan tanpa asap,’’ tuturnya.
Latif memaparkan, pada umumnya, satu kilogram arang hanya bertahan satu hingga dua jam. Sedangkan bara api briket bisa bertahan 8–10 jam untuk tiap butirnya.
Sedangkan untuk harga, briket juga dipasarkan lebih murah daripada arang. Selain itu, briket yang diproduksi Latif cs dikemas rapi dan mudah dibawa kemana saja tanpa khawatir akan mengotori pembelinya.
‘’Kalau arang bentuknya tidak teratur dan kemasannya tidak bisa serapi briket ini,’’ ulasnya.
Inovasi dari sarjana S-1 Teknik Kimia UISI Gresik ini sukses mengantarkannya sebagai Juara 1 Tubernova 2021.
Selanjutnya, Latif mewakili Tuban di kompetisi level provinsi dan berhasil menjadi Juara 1 Inotek Provinsi Jawa Timur 2022.
Pemuda asal Desa Kapu, Kecamatan Merakurak ini sukses meyakinkan dewan juri di Pemprov Jatim bahwa limbah bisa mendatangkan cuan yang besar jika dikelola dengan tepat.
‘’Di Eropa, kebutuhan briket per bulan tembus ribuan ton. Ini peluang yang harus ditangkap,’’ tegasnya.
Lulusan SMKN 1 Tuban ini menjelaskan, kebutuhan briket di luar negeri antara lain untuk penghangat ruangan saat musim dingin.
Kebutuhan lain seperti saat acara festival atau pesta barbeque. Briket yang tanpa asap menjadikan banyak orang luar negeri menggunakan bahan bakar tersebut sebagai alternatif.
‘’Selama ini orang tahunya briket itu berbahan batok kulit kelapa, padahal Tuban punya potensi batok siwalan yang tak kalah berkualitas dengan kelapa,’’ lanjut dia.
Latif memaparkan kelebihan briket kulit siwalan adalah harga bahan baku yang cukup murah atau bahkan gratis karena memang dianggap sampah oleh sebagian besar masyarakat.
Sedangkan briket berbahan batok kelapa harganya relatif mahal karena bahan baku ditentukan oleh pasar.
‘’Batok kelapa sekarang per kilo dibanderol lumayan mahal, kisaran Rp 15–18 ribu. Sedangkan limbah siwalan masih belum dikomersilkan, saya hanya memberi upah ambil Rp 6 ribu per kilogram,’’ ungkap dia.
Masih banyak hal menarik seputar briket yang dibahas anak tunggal pasangan Warsito dan Sukarsih ini. Semuanya diulas lengkap dalam program Indepth Talk Podcast di Channel Youtube Radar Tuban TV. Akan ada banyak hal menarik lainnya yang diulas dalam podcast media yang beralamat di Jalan Wahidin Sudiro Husodo 59 Tuban ini. (yud/tok)