RADARBISNIS – Pabrik baterai dengan nilai investasi sekitar Rp 80 triliun bakal segera dibangun di Indonesia. Pabrik baterai tersebut merupakan kerja sama Indonesia dengan China dan Korea Selatan.
Rencana pembangunan pabrik baterai tersebut bakal menjadi tonggak penting dalam mendukung percepatan transisi kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Proyek ini dinilai akan memperkuat ekosistem kendaraan listrik dengan memperpendek rantai pasok baterai dari hulu ke hilir. Serta, menurunkan harga baterai secara signifikan. Dan pada akhirnya akan mendorong adopsi kendaraan listrik di Indonesia.
Project Coordinator ENTREV Eko Adji Buwono menilai proyek ini mampu mempercepat proses produksi baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Menurut dia, pemerintah, BUMN atau swasta nasional perlu menggandeng produsen EV (KBLBB) besar seperti yang dicontohkan kerja sama global. Antara lain seperti LG dengan Hyundai, Gotion dengan Wuling, atau CATL dengan BMW-VW, sehingga produksi baterai bisa terserap dengan baik.
“Jika proyek ini benar-benar terwujud, maka hal-hal teknis terkait pembangunan pabrik dan offtaker baterai sudah selesai. Untuk bagian offtaker baterainya, sangat penting menggandeng produsen EV besar,” kata Eko dilansir dari investor.id.
Dia menyampaikan, proyek pabrik baterai ini juga akan membawa dampak signifikan pada infrastruktur pendukung, khususnya Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
“Jika harga baterai untuk swap menjadi lebih murah, kita akan melihat banyak instalasi SPBKLU oleh para pengusaha. Ini akan menjadi katalis penting dalam memperluas jangkauan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia,” tuturnya.
Eko menilai, setelah pengembangan pabrik baterai, maka selanjutnya pemerintah perlu memitigasi persoalan limbah baterai.
Dalam transisi ini adalah pentingnya environment safeguards, khususnya terkait pengelolaan limbah baterai. ENTREV aktif dalam advokasi regulasi yang mendukung pengelolaan limbah baterai yang aman dan berkelanjutan.
“Dalam konteks baterai, ENTREV berperan dalam memastikan adanya pengelolaan limbah yang sesuai, termasuk upaya reuse dan recycle baterai. Kami juga terus mendorong regulasi yang mempermudah pengelolaan limbah baterai,” kata Eko.
ENTREV saat ini tengah berpartisipasi dalam ekosistem ekonomi sirkular bersama Bappenas dan KLHK, berfokus pada limbah elektronik.
Dia lebih lanjut menyampaikan, ENTREV telah memperkenalkan konsep Waste Battery Management ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pihaknya juga akan memperkuat langkah-langkah advokasi melalui keterlibatan aktif dalam pertemuan dengan KLHK di kuartal keempat tahun ini.
“ENTREV juga mengusulkan Battery Waste Management sebagai salah satu prioritas di berbagai forum internasional seperti ADB dan UNEP,” kata Eko.
Eko juga menegaskan bahwa ENTREV berkomitmen untuk mendorong implementasi regulasi terkait pengelolaan limbah baterai.
“Akhir bulan ini, ENTREV akan mengadakan project board meeting, salah satu anggota board adalah Kementerian KLHK (atau yang terkait dengan Lingkungan), dan kami akan fokus mendorong draft UU atau Permen tentang Battery Waste Management. Kami berharap ini menjadi langkah konkret menuju pengelolaan limbah baterai yang lebih baik di Indonesia,” tegas Eko. (*)