TUBAN, Radar Tuban – Naiknya angka kemiskinan di Tuban yang tahun lalu menembus angka 5.044 ribu jiwa (16,31 persen) mengundang keprihatinan berbagai kalangan di Tuban. Termasuk aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tuban dan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) yang kemarin (19/1) turun jalan dan menggelar audiensi untuk menyuarakan kepedihan fenomena tersebut.
Meski aksi demo dan audiensi berlangsung hampir bersamaan, dimulai sekitar pukul 09.00, kedua organisasi tersebut menyampaikan aspirasi di tempat yang berbeda. PMII mendatangi kantor Pemkab Tuban, Jalan RA Kartini. Mereka yang berjumlah 60 mahasiswa tersebut tergabung dari sejumlah komisariat PMII perguruan tinggi di Tuban. Dalam aksinya, mereka membentangkan poster dan spanduk berisi sejumlah tuntutan. Tiga di antaranya, Tuntaskan Kemiskinan di Tuban; Bupati Tampan, tapi Aku Nggak; dan Megahnya Taman Sleko Membuat Rakyat Menjerit.
Dalam demo tersebut, para aktivis meminta bertemu Bupati Bupati Aditya Halindra Faridzky. Bupati yang tak mau menemui, mewakilkan kepada Kepada Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsos P3A PMD) Tuban Eko Julianto.
Kepada mahasiswa, Eko menawarkan perwakilan mahasiswa untuk audiensi di dalam gedung. Namun, mahasiswa menolak. Mereka tetap menginginkan bertemu bupati. Kecewa tak ditemui orang pertama di pemkab setempat, mahasiwa melakukan aksi pembakaran spanduk dan poster. Sebelum membubarkan diri, mereka mengultimatur untuk kembali menggelar aksi yang sama dengan jumlah massa yang lebih banyak.
Ketua Cabang PMII Tuban Khoirukum Mimmuaini mengatakan, sejak 2019 angka kemiskinan terus naik. Padahal, APBD Tuban tahun ini dianggarkan Rp 2,2 triliun. Kenaikan tersebut, kata dia, tidak berbanding lurus dengan pengentasan kemiskinan. ‘’Seharusnya, anggaran itu bukan hanya untuk infrastruktur, tapi juga digunakan untuk penurunan kemiskinan,’’ ujarnya kepada awak media.
Aini, sapaannya, mengemukakan, pada 2021, dirinya menemukan proyek infrastruktur yang nilainya miliaran. Dana inilah, kata dia, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pengentas kemiskinan. ‘’Banyak bantuan sosial juga tak tepat sasaran,’’ tegas mahasiswi Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban itu.
Lebih lanjut Aini mengungkapkan, naiknya angka kemiskinan menunjukkan pemerintah tidak mampu menangani angka kemiskinan. Terbukti, angka kemiskinan di Bumi Ronggolawe masih menempati urutan lima paling bawah di Jawa Timur.
Seperti diberitakan, merujuk hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 mencapai 192.058 ribu jiwa atau bertambah 5.044 ribu jiwa (16,31 persen). Pada bulan yang sama 2020, angka kemiskinan masih 187.013 ribu jiwa (15,91 persen).
Sementara itu, dalam waktu hampir bersamaan, delapan aktivis Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Tuban meminta audiensi dengan Dinsos P3A PMD Tuban di kantornya, Jalan Dr Wahidin Sudiro Husodo. Mereka ditemui sekretaris kantor setempat,
Rarin Suryani. ‘’Kami mendatangi dinsos untuk mendesak agar pemerintah lebih serius dalam penanganan kemiskinan,’’ ujar Ketua KNPI Tuban Sutrisno Puji kepada Jawa Pos Radar Tuban.
Untuk menurunkan kemiskinan, kata Puji, panggilan akrabnya, pihaknya memberikan lima rekomendasi. Di antaranya, mendorong program pengentasan kemiskinan melalui inovasi program pengentasan kemiskinan. Berikutnya, pendataan BUMDes yang valid untuk peningkatan daya saing masyarakat dan berharap dana corporate social responsibility (CSR) untuk pengentasan kemiskinan. Rekomendasi lain, mendorong pemerintah daerah membentuk forum multi stakeholder.
Kepala Dinsos P3A PMD Tuban Eko Julianto mengatakan, kenaikan angka kemiskinan bukan hanya di Tuban, namun juga di kabupaten lain. ‘’Faktor yang mendominasi karena pembatasan kegiatan selama pandemi Covid-19,’’ ujarnya. Dia menargetkan pengentasan kemiskinan pada 2022 turun melalui sejumlah program. Di antaranya, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) nasional dan kabupaten, serta Bantuan Sosial Tunai (BST). ‘’Itu baru dari kami (dinsos P3A PMD), belum lagi OPD lain dan dana desa,’’ ujarnya. (fud/ds)