TUBAN, Radar Tuban – Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky harus memberikan perhatian serius terhadap sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) 2021 yang mencapai Rp 780 miliar. Harapan tersebut disampaikan kemarin (21/1) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Timur.
Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Tuban, Koordinator Fitra Jatim Dakelan mengatakan, tingginya silpa tersebut patut diduga karena organisasi perangkat daerah (OPD) kurang maksimal dalam perencanaan dan penyerapan anggaran.
”Jadi harus ada evaluasi di setiap OPD agar tidak kembali terulang,” ujarnya.
Dakelan menegaskan, struktur APBD perlu perencanaan yang sangat matang. Apalagi, APBD didominasi dana transfer dari pemerintah pusat. Jika pemerintah pusat salah transfer akan langsung berpengaruh pada pemerintah daerah. Jika tidak terealisasi, maka akan menimbulkan silpa.
Idealnya, kata Dakelan, juga harus ada koordinasi yang baik antara pemkab dan pemerintah pusat. Ketika pemerintah pusat mentransfer, harus disertai dengan petunjuk teknis. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak memiliki alasan untuk tidak merealisasikan anggaran.
Tak kalah pentingnya, kata mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini, bupati harus memastikan manajemen di masing-masing OPD memiliki perencanaan yang cukup realistis dengan output yang tepat.
”Kontrol dari kepala daerah terhadap OPD ini penting, supaya silpa tidak terlalu tinggi dan merugikan masyarakat,” tegas Dakelan.
Kalau perlu, lanjut dia, bupati mengidentifikasi OPD mana saja yang serapan anggarannya paling rendah.
”Bila perlu ada mekanisme reward dan punishment jika ada OPD yang serapannya rendah dan sesuai target,” ujar lulusan Universitas PGRI Ronggolawe (Unirow) Tuban ini menyampaikan pentingnya evaluasi terhadap OPD.
Tak hanya menyoroti eksekutif. Fitra juga menyinggung peran DPRD yang tak maksimal. Menurut sudut pandang Fitra Jatim, salah satu penyebab tingginya silpa disebabkan karena perubahan penganggaran. Detailnya, momentum perubahan cenderung penambahan alokasi belanja. Sementara perubahan mepet di tahun anggaran dan OPD tidak mampu menyerap.
Seperti ada peran ideal DPRD? Dakelan menegaskan, legislatif harus memastikan perubahan penggunaan dan estimasi penerimaan maupun penambahan pendapatan di masing-masing OPD. Juga, melihat kinerja OPD dengan output saat perubahan tersebut.
”Kalau pencapaian sesuai, maka bisa menambah anggaran. Momentum perubahan itu seharusnya tidak hanya sekadar tambah anggaran, tapi juga mengevaluasi serapan di setiap OPD,’’ ujar aktivitas yang tinggal di Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang itu.
Dengan demikian, kata Dakelan, DPRD mempunyai dasar untuk menyetujui penambahan anggaran di setiap OPD.
”Jika penyerapan anggaran tidak maksimal, tidak perlu menambah,” tandasnya.
Di bagian lain, Dakelan menyadari kondisi pandemi Covid-19 sangat memengarui kebijakan anggaran di pemerintah daerah. Itu yang menjadi dilematis. Banyak perubahan regulasi dan anggaran dari pemerintah pusat.
Ironinya, kata dia, kebijakan baru tersebut jarang dan terlambat ditangkap pemkab. Dia kemudian mencontohkan dana tidak terduga. Penting bagi pemkab untuk mempunyai rumus besaran alokasi dan proyeksi untuk penanganan efektif.
Karena tidak memiliki perencanaan yang matang, kata Dakelan, dana tidak terduga Pemkab Tuban sangat tidak seimbang dengan dana penanganan Covid-19.
”Tak kalah pentingnya, perlu prioritas anggaran infrastruktur publik dasar, pendidikan, dan kesehatan,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, APBD Tuban 2021 banyak yang tak terserap. Pansus DPRD Tuban dalam pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati 2021 menemukan sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) 2021 mencapai Rp 780 miliar. Besaran silpa itu setara 32 persen dari total APBD Tuban sebesar Rp 2,4 triliun.
Tingginya anggaran yang tidak terbelanjakan itu karena banyaknya program pemerintah pusat yang tidak terealisasi. Juga, dugaan salah perencanaan Pemkab Tuban terhadap APBD tahun berkenaan. Wakil Ketua Pansus DPRD Tuban Pembahasan LKPJ 2021 Tuban Luluk Chamim Mu’jizat mengatakan, tingginya silpa disebabkan dua permasalahan. Pertama, karena adanya program yang direncanakan oleh pemerintah pusat dan tidak bisa dilaksanakan.
Salah satunya program sektor pendidikan untuk anggaran gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) 2021 dengan asumsi 3 ribu guru. Untuk P3K, Pemkab Tuban sudah menganggarkan Rp 130 miliar, namun sampai akhir tahun anggaran tersebut tidak terserap. Karena belum memiliki surat keputusan (SK), 2.008 guru P3K yang lulus seleksi belum bisa dibayarkan.
Selain dari sektor pendidikan, menurut politisi PKB ini, silpa disebabkan perencanaan yang kurang matang dan membuat target belanja Pemkab Tuban tidak maksimal.
Karena silpa dari pembangunan fisik tidak terealisasi, anggaran Covid-19 banyak tidak terserap.
Kepala Dinkominfo SP Tuban Arif Handoyo mengatakan, besarnya angka silpa karena disebabkan dana silpa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD dr R. Koesma Tuban, dana bantuan operasional sekolah (BOS), dan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada 33 puskesmas dan dana earmark yang penggunaannya sudah ditentukan dengan pedoman atau juknis yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau provinsi. (fud/ds)