TUBAN, Radar Tuban – Bupati dan ketua DPRD Tuban beda pandangan terkait sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) 2021 senilai Rp 780 miliar. Pendapat tersebut disampaikannya di hadapan awak media.
Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky mengatakan, silpa ini murni bukan karena rendahnya serapan organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemkab Tuban, namun karena penganggaran untuk pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) pada 2021 yang tidak terserap.
Dia mengemukakan, sebelum ditetapkan pemerintah pusat, gaji P3K belum bisa dibayarkan. Pada 2021, kata dia, pemkab menganggarkan jumlah P3K sebanyak 3.009 orang.
‘’Logikanya, saya dengan Pak Wabup telah memberi kesempatan guru yang belum tetap agar menjadi P3K. Tapi setelah tes hanya sekitar 2.400 orang yang lulus. Itulah salah satu penyebab silpanya tinggi,’’ terangnya kepada awak media usai Rapat Paripurna Penyampaian Rekomendasi Pansus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati 2021 di Gedung DPRD Tuban kemarin (23/2).
Lebih lanjut bupati menegaskan, silpa bukan karena serapan rendah, namun lebih pada efisiensi anggaran. Dia kemudian mencontohkan kebijakannya pada koreksi harga satuan di dinas pekerjaan umum.
Menurut dia, karena ingin mendapatkan kualitas yang baik, semua program dimatangkan. Setelah itu, pekerjaan dilelang. Hasilnya pun bisa efektif dan efisien.
’’Harusnya bisa bersyukur dong, dengan begitu anggaran bisa diefisienkan dan saya bisa membangun lebih banyak. Jangan dilihat seolah-olah buruk, yang terpenting kan capaian pekerjaannya bisa tercapai,’’ tegasnya.
Lebih lanjut Lindra, sapaan akrab bupati termuda dalam sejarah pemerintahan Tuban ini mengatakan, silpa bukan hanya tentang anggaran yang tidak terpakai. Namun, juga benar-benar ada efisiensinya.
‘’Kalau pemerintah bisa nabung, kenapa harus boros-boros,’’ kata bupati yang diusung Partai Golkar dan PKS itu.
Ketua DPRD Tuban M. Miyadi memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, silpa dengan nilai lebih dari setengah triliun itu menjadi problem dan harus ada jalan keluarnya.
‘’Silpa memang banyak berasal dari honor P3K, lalu sebagian besar juga dari program beliaunya (bupati, Red) yang belum berjalan, seperti pembangunan jalan di desa,’’ ujarnya saat ditemui usai memimpin rapat paripurna tersebut.
Penyerapan yang tidak maksimal tersebut, kata Miyadi, juga karena perencanaan yang kurang matang dari eksekutif.
Karena itu, setelah ini pihaknya akan memerintahkan kepada komisi agar melakukan hearing dengan masing-masing OPD yang menjadi mitra kerja untuk mempertanyakan mengapa serapan bisa sangat minim.
Dengan silpa ini, lanjutnya, otomatis akan menjadi tambahan anggaran tahun ini. Pada perubahan anggaran keuangan (PAK) 2021 silpa bakal dimasukkan di APBD.
‘’Jadi dalam PAK nanti APBD kita akan menjadi hampir Rp 3 triliun, dengan anggaran semula Rp 2,4 tiliun ditambah Rp 780 miliar,’’ ujarnya.
Sementara itu pansus LKPJ dalam rapat paripurna merekomendasikan, silpa 2021 perlu ada target pengurangan dengan mengevaluasi pos-pos penyumbang silpa terbesar. Seperti dana tak terduga yang harus tetap terukur. (fud/ds)