TUBAN – Bank Indonesia bersama PT. Bursa Efek Indonesia (BEI), PT. Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI), dan delapan bank nasional Senin (12/8) menyepakati pengembangan Central Counter Party (CCP) di pasar uang dan pasar valuta asing (PUVA).
Delapan bank yang ikut menyepakati pengembangan CCP yakni BRI, Bank Mandiri, BCA, BNI, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Permata, dan Maybank.
Momentum tersebut ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Antar Pemegang Saham (PAPS) tentang “Kerja Sama Pembentukan dan Pengembangan CCP” pada KPEI, yang merupakan penyelenggara CCP PUVA berizin dari Bank Indonesia.
Proses penandatanganan ini turut dihadiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku otoritas yang berwenang atas KPEI dalam fungsinya sebagai lembaga kliring dan penjaminan di pasar modal, serta selaku otoritas sektor perbankan yang akan menjadi anggota CCP.
Penandatanganan PAPS ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (NK) yang telah ditandatangani 11 entitas yang sama pada 18 Maret lalu.
CCP bertindak ​sebagai lembaga yang menjalankan kliring dan pembaruan utang (novasi) bagi transaksi anggotanya.
Dalam melakukan novasi, CCP menempatkan dirinya di antara para pihak yang melakukan transaksi guna memitigasi risiko kredit lawan transaksinya, risiko likuiditas, dan risiko pasar terhadap pergerakan harga di pasar.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti menyatakan, pembentukan CCP merupakan bentuk konkret antara BI, OJK, Self Regulatory Organization (SRO), dan industri dalam upaya pengembangan pasar uang yang modern dan maju.
Tidak hanya perbankan, Bank Indonesia juga turut menunjukkan komitmennya sebagai pemegang saham CCP dalam rangka meningkatkan confidence pasar.
Menurutnya, implementasi CCP membutuhkan peran aktif Asosiasi Pasar Uang dan Valuta Asing Indonesia (APUVINDO) yang mewakili industri bersama dengan otoritas.
‘’Sinergi ini diharapkan dapat mendorong percepatan implementasi pengembangan dan keberlangsungan bisnis CCP sebagai instrumen pasar keuangan (IPK) sistemik,’’ tuturnya.
Terpisah, anggota Dewan Komisioner OJK, Dian Ediana Rae menegaskan, OJK sangat mendukung pengembangan CCP karena keberadaan CCP adalah hal yang kritikal dalam mengembangkan transaksi derivatif di Indonesia.
Dukungan tersebut diantaranya melalui pemberian izin kepada perbankan untuk menanamkan investasinya di CCP.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menyampaikan dukungan OJK dalam pengembangan CCP diwujudkan dalam bentuk pemberian mandat kepada KPEI untuk memperluas lingkup layanan dan jasanya sebagai CCP di Pasar Uang dan Pasar Valas.
KPEI diharapkan dapat terus mempertahankan standar internasional yang berlaku. Sejalan dengan pengakuan yang telah diterima dari European Securities and Markets Authority (ESMA) sebagai Third-Country CCP untuk lini bisnis Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) di pasar modal.
‘’Hal ini merupakan langkah strategis yang tidak hanya memperkuat posisi CCP di pasar global, tetapi juga berdampak positif bagi kredibilitas pasar keuangan Indonesia secara keseluruhan,’’ kata dia.
Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan PAPS ini Bank Indonesia bersama delapan bank tersebut segera merealisasi penyertaan modal. Ini akan dilakukan pasca perolehan persetujuan OJK kepada KPEI.
Keseluruhan modal dari pemegang saham baru ini akan menjadi bagian dari penguatan modal CCP dalam pelaksanaan manajemen risiko kegagalan (default waterfall management).
CCP rencananya akan beroperasi penuh pada akhir tahun ini. Ke depan, implementasi CCP akan diperkuat secara berkesinambungan dan mengikuti praktik global terbaik.
Dengan demikian, CCP diharapkan dapat mengakselerasi upaya pendalaman pasar keuangan di Indonesia agar dapat berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi domestik dan berkompetisi di regional.
Langkah pengembangan CCP sebagai infrastruktur pasar keuangan (IPK) di Indonesia merupakan pemenuhan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), Blueprint Pengembangan Pasar Uang (BPPU) 2025, serta komitmen G20 OTC Derivatives Market Reform. (*)