RADARBISNIS – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada sesi I perdagangan Rabu (11/6), tertekan oleh sentimen negatif dari laporan terbaru Bank Dunia yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
IHSG tercatat turun 0,43 persen atau 30,86 poin ke level 7.199,88. Sebanyak 301 saham menguat, 253 saham melemah, dan 242 stagnan.
Nilai transaksi mencapai Rp 8,79 triliun, dengan volume perdagangan sebanyak 17,01 miliar saham dalam 812.581 kali transaksi.
Mengutip data Refinitiv, pelemahan IHSG terutama dipengaruhi oleh sektor bahan baku yang melemah 2,13 persen dan sektor utilitas yang turun 1,58 persen.
Sementara itu, sektor properti sempat mencatatkan kenaikan sebesar 1,5 persen, namun tidak cukup kuat untuk mengangkat IHSG ke zona hijau.
Tekanan terhadap IHSG terjadi setelah Bank Dunia merilis laporan Global Economic Prospects yang berisi revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi hanya 2,3 persen, turun tajam dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,7 persen.
“Ini akan menjadi tingkat pertumbuhan global paling lambat sejak 2008, kecuali saat resesi global,” ujar Bank Dunia dalam laporannya.
Wakil Presiden Senior dan Kepala Ekonom Bank Dunia, Indermit Gill, menyebutkan bahwa ketegangan perdagangan global menjadi faktor utama memburuknya proyeksi tersebut.
“Perselisihan internasional soal perdagangan telah mengguncang banyak kepastian kebijakan yang sebelumnya mendukung pengurangan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi pasca-Perang Dunia II,” tuturnya.
Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Amerika Serikat menjadi 1,4 persen (turun 0,9 poin persentase), dan kawasan euro menjadi 0,7 persen (turun 0,3 poin persentase).
Namun, ada kabar baik: jika ketegangan perdagangan bisa diredakan dan tarif diturunkan, pertumbuhan global bisa meningkat sekitar 0,2 poin persentase selama 2025-2026.
Posisi Indonesia dalam Negosiasi Perdagangan AS
Di tengah ketidakpastian global, pemerintah Indonesia disebut berusaha menjaga hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa dokumen negosiasi tarif Indonesia telah sesuai dengan keinginan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Rencana negosiasi tarif resiprokal putaran kedua antara AS dan Indonesia bahkan batal dilaksanakan karena dianggap tidak lagi diperlukan.
Salah satu penawaran konkret dari Indonesia dalam negosiasi tersebut adalah peningkatan impor produk energi dan pertanian dari AS, seperti crude oil, LPG, gasoline, soybean, dan wheat, yang memang tidak diproduksi dalam negeri.
Indonesia juga menyampaikan komitmen kerja sama dalam sektor critical minerals, dukungan investasi AS, serta upaya menyelesaikan hambatan perdagangan non-tarif (Non-Tariff Barrier/NTB).
Sentimen global masih menjadi faktor dominan dalam pergerakan IHSG. Revisi proyeksi Bank Dunia terhadap pertumbuhan ekonomi dunia menunjukkan bahwa ketidakpastian pasar global belum akan mereda dalam waktu dekat. Namun, sikap proaktif Indonesia dalam menjalin hubungan ekonomi strategis dengan negara mitra seperti AS menjadi langkah penting menjaga stabilitas ekonomi nasional. (*)