RADARBISNIS – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dikhawatirkan bakal terjadi menyusul keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendatang.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menjelaskan, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan memberi efek domino bagi perekonomian.
Harga kebutuhan meningkat, inflasi terkerek naik, dan daya beli masyarakat melemah seiring penurunan pendapatan, hingga gelombang PHK karena penurunan permintaan masyarakat.
“Potensinya ke arah sana (gelombang PHK makin besar), karena kenaikan PPN menjadi 12 persen ini juga akan cenderung menurunkan ekspor sekitar 1,41 persen. Kemudian, pendapatan riil akan menurun sebesar 0,96 persen, angka pengangguran akan menjadi meningkat 0,94 persen. Ini adalah hasil hitungan dari Indef,” jelas Esther dikutip dari investor.id.
Esther mengungkapkan, potensi gelombang PHK ini akan terjadi merata di seluruh sektor. Pasalnya, kenaikan PPN sebesar 1 persen dari 11 persen menjadi 12 persen ini akan menambahkan biaya produksi dari setiap perusahaan, sehingga memengaruhi harga produk dan permintaan masyarakat.
“Berdampak relatif ke semua sektor karena artinya tarif pajak 1 persen itu ditambahkan ke harga produk tersebut gitu. Nah ini dampaknya ke sektor jasa perusahaan misalnya 0,81 persen. Kemudian ke sektor akomodasi makanan minuman itu 0,71 persen. Ke manufaktur industri ya itu 0,60 persen. Dan seterusnya,” kata dia.
Menurut Esther, kenaikan PPN ini akan menyebabkan perekonomian semakin terkontraksi. Berkaca pada keputusan pemerintah pada April 2022 sebelumnya, kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen mendorong kenaikan inflasi sebesar 0,95 persen.
“Jadi kalau menurut saya, dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen ini antara lain adalah ada kenaikan inflasi. Jadi peningkatan PPN 1 persen itu berpotensi mendorong inflasi pada tahun 2025 nanti,” tuturnya.
Esther lebih lanjut menyampaikan, akibat tingginya inflasi yang berdampak pada penurunan pendapatan riil masyarakat, daya beli masyarakat akan menurun karena cenderung akan menahan belanja.
“Sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi yang lebih banyak dominantly didorong oleh konsumsi rumah tangga juga akan relatif melambat karena ada kenaikan PPN menjadi 12 persen ini,” kata Esther.
Apabila konsumsi rumah tangga menurun, permintaan masyarakat terhadap barang yang diproduksi oleh setiap perusahaan juga akan menurun. Akibatnya, angka pengangguran di Indonesia berpotensi bakal bertambah karena perusahaan tidak mampu bertahan.
“Perusahaan yang memproduksi barang itu juga demand-nya akan turun. Sehingga karena ada penurunan demand dari masyarakat, mereka akan mengurangi produksinya dan kemungkinan akan melakukan lay-off tenaga kerjanya atau efisiensi dalam bentuk yang lain,” jelasnya. (*)