RADARBISNIS – Indonesia akhirnya masuk ke “liga besar” perdagangan global. Setelah tarik-ulur sejak 2016, kesepakatan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) resmi tembus substansi. Tandatangan final ditarget 2026, berlaku efektif awal 2027.
Artinya? 98 persen tarif ke Uni Eropa bakal lenyap. Produk sawit, tekstil, alas kaki, hingga jasa profesional asal Indonesia punya jalan tol masuk ke pasar biru Eropa senilai US$ 18 miliar (Rp 277 triliun) per tahun.
“Usai penyelesaian substantif, tinggal legal scrubbing dan ratifikasi di parlemen kedua pihak. Target kami, dokumen sahih pada 2026,” tegas Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, Kamis (25/9) dikutip dari bloombergtechnoz.com.
Apa yang Dibawa CEPA?
98 persen tarif dihapus sehingga sawit, karet, tekstil, dan produk padat karya RI bisa lebih kompetitif.
Akses jasa seperti arsitek, IT, perawat, hingga insinyur muda RI bisa incar pasar kerja Eropa.
Investasi hijau berupa kendaraan listrik, energi terbarukan, ICT, hingga farmasi jadi incaran.
Pasar Uni Eropa yang prospektif, 450 juta penduduk, daya beli tinggi, potensi ekspor bernilai tambah.
Pemerintah: RI Harus Berani Main di Level Tinggi
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut CEPA ini sebagai “babak baru hubungan RI–UE”.
“Kesepakatan ini bukan hanya soal dagang. Ini kepastian hukum berbasis aturan. Pelaku usaha dapat kepastian, investor dapat iklim yang kondusif, dan Indonesia dapat reputasi strategis,” ujarnya.
Budi menegaskan, kemitraan dengan Uni Eropa penting untuk mengurangi ketergantungan dagang pada mitra tradisional. “Kalau mau survive di global trade, kita tidak bisa main aman. Kita harus ekspansif,” katanya.
Catatan Kritis: Jalan Tak Semulus Brosur
Meski manis di atas kertas, CEPA tetap penuh jebakan. Standar tinggi Uni Eropa terkait lingkungan, HAM, dan keberlanjutan bisa jadi penghalang sawit RI. Ratifikasi politik di Parlemen Eropa dan RI juga rawan tarik-ulur isu ideologis.
Persoalan lainnya terkait produk Eropa berupa obat, otomotif, dan mesin berpotensi banjiri pasar lokal, menekan UMKM.
So, tanpa strategi adaptasi, CEPA bisa jadi pedang bermata dua: ekspor naik, tapi industri lokal babak belur.
Angka Dagang RI–UE
2024 : Total perdagangan sebesar US$ 30,4 miliar
• Ekspor RI: US$ 17,4 miliar
• Impor RI: US$ 13 miliar
• Surplus RI: US$ 4,4 miliar
Januari–Juli 2025 Naik 4,34 persen yoy, tembus US$ 18 miliar.
Produk ekspor utama berupa sawit, tembaga, asam lemak, alas kaki, dan bungkil minyak. Sementara, produk impor utama yakni, obat-obatan, mesin, mobil, dan kendaraan barang.
Kesimpulannya, IEU-CEPA bisa jadi “golden ticket” Indonesia menembus pasar elit Eropa. Tapi tiket emas ini bukan gratisan: harus dibayar dengan reformasi, kualitas produk kelas dunia, dan konsistensi hilirisasi. Kalau tidak, jangan kaget kalau CEPA malah jadi jalan tol buat produk Eropa menyerbu pasar kita. (*)