RADARBISNIS – Sejumlah tugas berat menanti Bimo Wijayanto yang baru dilantik sebagai Dirjen Pajak menggantikan Suryo Utomo dalam memaksimalkan penerimaan negara. Khususnya dalam menggenjot laju rasio perpajakan (tax ratio) hingga meningkatkan pelayanan terhadap wajib pajak.
‘’Kita sudah memahami harapan pimpinan negara bahwa penerimaan negara harus meningkat, tax ratio harus meningkat hingga pelayanan kepada wajib pajak harus membaik,’’ tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pelantikan pejabat Eselon I Kementerian Keuangan di Aula Mezzanine, Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (23/5).
Sri Mulyani mengungkapkan, hingga 30 April 2025 realisasi pendapatan negara mencapai Rp 810,5 triliun atau 26,4 persen dari target pendapatan negara tahun 2025 yang sebesar Rp 3.005,1 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya terjadi kontraksi 12,4 persen. Saat itu pendapatan negara mencapai Rp 925,2 triliun.
Realisasi pendapatan negara terbagi dalam penerimaan perpajakan sebesar Rp 657 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 153,3 triliun.
Penerimaan perpajakan mengalami kontraksi sebesar 8,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan penerimaan negara bukan pajak mengalami kontraksi hingga 24,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Bila dirinci, penerimaan perpajakan sebesar Rp 657 triliun terbagi dalam penerimaan pajak sebesar Rp 557,1 triliun dan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 100,1 triliun.
Penerimaan pajak mengalami kontraksi hingga 10,8 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Saat itu penerimaan pajak sebesar Rp 624,2 triliun.
Sedangkan kepabeanan dan cukai mengalami pertumbuhan sebesar 4,4 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Saat itu realisasi kepabeanan dan cukai hanya Rp 95,7 triliun.
Sri Mulyani mengatakan untuk menggenjot penerimaan negara maka aparat pajak harus meningkatkan transparansi dan memperbaiki tata kelola.
Apalagi, target penerimaan negara terus meningkat setiap tahun. Jangan sampai upaya meningkatkan penerimaan negara malah melemahkan denyut nadi perekonomian.
“Kenaikan tax ratio, perbaikan sistem core tax perlu untuk terus diyakinkan mampu memudahkan wajib pajak, memberikan pelayanan yang mudah serta reliability dari sistem,” tegas mantan Menko Perekonomian itu.
Sri Mulyani lebih lanjut menyampaikan, upaya mengumpulkan penerimaan negara harus dijalankan dengan prinsip keadilan. Dimana bagi wajib pajak yang tidak mampu diberikan insentif sedangkan wajib pajak yang mampu harus mematuhi kewajiban perpajakan.
‘’Penerimaan negara menjadi andalan keuangan tetapi kerapkali menjadi tantangan bagi perekonomian negara,’’ tuturnya.
Sri Mulyani berpesan aparat pajak harus bekerja secara optimal karena mereka merupakan bagian dari cerminan kinerja Kementerian Keuangan. Kerap kali terjadi kontraksi dalam pengumpulan penerimaan negara sebab masyarakat menginginkan kenaikan penerimaan pajak, tetapi masyarakat dan dunia usaha biasanya juga sangat segan untuk mau membayar pajak.
‘’Ini adalah kontradiksi yang harus terus-menerus dikelola. Setiap rupiah yang kita kumpulkan tidak menjadi hanya sekadar penerimaan negara, tetapi dia mampu untuk menjawab tantangan-tantangan struktural,’’ kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu. (*)