RADARBISNIS – Nilai tukar rupiah terus tertekan dan tak berdaya menghadapi dolar Amerika Serikat pasca kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS kedua kalinya pada 2024.
Melansir data Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup lesu dan turun hingga 0,06 persen ke level Rp 15.675/US$ pada akhir perdagangan Senin (11/11). Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp 15.687/US$ hingga Rp 15.615/US$.
Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) terpantau menguat pada pukul 15.00 di posisi 105,287. Angka tersebut sedikit naik dibandingkan angka penutupan pekan lalu yang berada di posisi 104,997. Penguatan ini yang menjadi salah satu penekan nilai rupiah hari ini.
Rupiah melemah seiring terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Sentimen negatif dari kemenangan Trump membuat pasar lebih berhati-hati, menekan arus modal masuk ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Division Head Treasury Business PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Itang Rusdinar menyatakan, kemenangan Donald Trump memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar, yang cenderung beralih pada strategi risk-off.
“Pengaruh kemenangan Trump ini membuat pasar khawatir akan dampak terhadap ekonomi Indonesia, sehingga kecenderungannya adalah menghindari risiko,” ujar Itang dalam program Power Lunch di CNBC Indonesia.
Di bawah kepemimpinan Trump, diprediksi suku bunga acuan AS akan tetap tinggi guna memperkuat pasar domestik mereka.
Saat ini, suku bunga bank sentral AS atau The Fed berada di kisaran 4,50-4,75 persen, setelah mengalami dua kali pemangkasan berturut-turut.
Namun, Itang menilai laju penurunan suku bunga AS kemungkinan tidak akan seagresif yang diprediksi sebelumnya.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo turut memberikan pandangan bahwa terpilihnya Trump dapat menghambat sentimen positif di pasar keuangan dalam negeri.
Sebagai langkah antisipasi, Itang menyarankan para pemegang dolar untuk melakukan lindung nilai (hedging) melalui instrumen seperti Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), yang dianggap mampu menekan risiko fluktuasi nilai tukar.
Dengan situasi ini, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tetap terpengaruh oleh perkembangan kebijakan moneter AS, sementara para pelaku pasar diharapkan semakin waspada dalam menyikapi fluktuasi global yang dipicu oleh arah kebijakan di bawah Donald Trump. (*)