RADARBISNIS — Nilai tukar rupiah menutup pekan ini dengan catatan positif meski sempat berfluktuasi akibat guncangan eksternal. Rupiah menguat tipis 0,06% ke level Rp 16.205 per dolar AS pada perdagangan Jumat (11/7), berdasarkan data Refinitiv.
Meskipun secara mingguan rupiah masih mencatatkan pelemahan 0,15%, penguatan di akhir pekan ini menjadi sinyal resistensi mata uang Garuda terhadap tekanan global. Khususnya di tengah gejolak hubungan dagang antara Amerika Serikat dan sejumlah negara mitra, termasuk Indonesia.
Presiden AS Donald Trump kembali mengguncang pasar global setelah mengirimkan surat resmi kepada 14 negara mitra dagang pada Senin (7/7), memberlakukan tarif ekspor terbaru ke AS. Indonesia masuk dalam daftar tersebut dengan beban tarif 32%, tetap seperti ketentuan awal April lalu.
“Selama 90 hari negosiasi, kami sudah upayakan pelonggaran tarif, tapi hasilnya nihil,” kata sumber internal Kementerian Perdagangan.
Kebijakan ini memantik kecemasan pasar global karena dinilai memperkeruh iklim ekspor-impor dan menambah tekanan terhadap negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Namun di tengah tekanan ini, rupiah justru menunjukkan ketahanan, sebagian berkat intervensi taktis Bank Indonesia dan ekspektasi pasar terhadap suku bunga global yang mulai melandai.
Indeks dolar AS (DXY) justru naik tipis 0,10% ke 97,74 pada Jumat siang pukul 15.00 WIB. Hal ini menunjukkan kekuatan dolar terhadap mata uang utama dunia lainnya, tapi tidak cukup untuk menekan rupiah lebih dalam.
Pelaku pasar menyikapi dinamika ini sebagai bentuk “flight to safety” oleh investor global, namun tetap menaruh optimisme pada mata uang kawasan Asia, khususnya setelah negara-negara ASEAN mempererat kerja sama ekonomi dan pembiayaan lintas batas.
Tarif ekspor ke AS yang resmi berlaku per 1 Agustus 2025 diperkirakan akan memberikan dampak lanjutan terhadap kinerja ekspor nasional dan neraca perdagangan Indonesia. Pemerintah masih mengupayakan negosiasi bilateral untuk meredam dampaknya.
Bank Indonesia dan pelaku pasar kini memantau ketat dua hal utama yakni kebijakan moneter lanjutan The Fed dan BI serta perubahan arah sentimen dari Trump Effect menjelang kuartal akhir 2025
Meski penguatan rupiah di hari terakhir pekan ini tergolong moderat, performa ini cukup signifikan mengingat tekanan perdagangan yang terus meningkat dari AS.
Investor kini menanti kepastian lanjutan soal tarif dan dinamika global yang sangat menentukan arah kurs rupiah dalam beberapa bulan ke depan. (*)